NUIM HIDAYAT

Nasionalisme Menurut Hasan al Bana

Ceramah-ceramah dan kegesitan al-Bana dan kawan-kawannya dalam menyebarkan dakwah, menjadikan dakwah Ikhwan dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Kairo. Saat itu Ikhwan telah membuka cabang lebih dari 50 di kota besar dan kecil serta pedesaan di Mesir. Al-Bana sendiri, tiap hari tidak kenal lelah menggiatkan dan memonitor kegiatan Ikhwan. Tokoh Ikhwan, Abdul Halim Mahmud menceritakan;

“Anda akan melihat ia senantiasa mengunjungi kantor pusat gerakan yang dipimpinnya dini hari untuk meninggalkan beberapa catatan yang berhubungan dengan pelaksanaan berbagai kegiatan sebelum pergi ke tempat kerjanya. Kemudian sebelum pulang ke rumahnya setelah kerja, ia kembali mengunjungi kantor pusat.nKemudian di malam hari, ia kembali lagi memberikan ceramah dan pelajaran kepada para pengunjung dan anggota jamaah.”

Yang menjadikan Ikhwan banyak mendapatkan simpati antara lain karena kepribadian dan kepandaian al-Bana dalam melakukan pendekatan dakwah dan “kebernasan” isi dakwah-dakwahnya. Tokoh Ikhwan, Isa Asyur menceritakan tentang perhatian masyarakat terhadap ceramah al-Bana tiap Selasa di Kairo,

“Hari Selasa ini adalah hari-hari yang tersaksikan. Ribuan orang berkumpul dari berbagai penjuru Kairo, Iskandaria, sampai Aswan, bahkan dari luar Mesir. Mereka semua ingin mendengar Hasan al- Bana. Kemudian ia naik ke mimbar dengan jubah dan sorban putihnya, lalu sejenak memandangi segenap hadirin, sebelum kemudian suara itu mengaung dengan kekuatan jiwa yang penuh dan kalimat-kalimat memukau yang segera merasuk ke dalam hati para pendengar. Suara itu tidak bertumpu pada retorika, juga tidak membakar emosi dengan teriakan. Suara itu sepenuhnya bertumpu pada kebenaran, membangun semangat dengan meyakinkan akal, menggelorakan jiwa dengan makna bukan dengan sekadar kata-kata, dengan ketenangan bukan dengan provokasi dan dengan hujjah bukan dengan hasutan. Sehingga setiap orang yang pernah mendengarnya sekali, pasti akan terus mengikuti ceramah-ceramah itu secara rutin betapapun kesibukan dan hambatannya.” [Ahmad Isa Asyur, Ceramah-ceramah Hasan al-Bana, Era Intermedia, Juni 2000, tanpa nomor halaman (pengantar)].

Masa hidup al-Bana tidak lama, yaitu hanya 43 tahun. Ia dibunuh pada 12 Februari 1949 oleh polisi Mesir, atas perintah Raja Farouk I. Kejadiannya, ketika ia berada di dalam mobil untuk suatu keperluan (dakwah), beserta sahabatnya, Dr. Abdul Karim Manshur. Kemudian tiba-tiba datang beberapa polisi rahasia–beberapa waktu kemudian pengadilan mengganjar para polisi itu dengan hukuman 25 tahun dan 15 tahun penjara—memberondong mobilnya dengan peluru, setelah mematikan lampu di sekitar kota itu. Al-Bana saat itu masih sempat hidup dan kemudian wafat di Rumah Sakit al-Qashr al Aini. (Abdul Muta’al al-Jabari, Pembunuhan Hasan al-Bana, Pustaka, 1986, hal. 164-165)

Umurnya yang pendek itu menjadikan Al-Bana tidak sempat merumuskan secara rinci landasan-landasan pergerakan atau buku-buku pegangan Ikhwan. Meski demikian beberapa kumpulan tulisannya, sampai kini menjadi rujukan yang penting dan utama pergerakan Ikhwanul Muslimin.

Al-Bana memang berhasil menuangkan pemikiran-pemikiran Ikhwan secara mudah, misalnya ketika ia merumuskan tentang rukun baiat Al Ikhwan al Muslimun, al-Bana memaparkan secara ringkas sepuluh perkara, yaitu: paham, ikhlas, amal, jihad, berkorban, tetap pada pendirian, tulus, ukhuwah, dan percaya diri.

Kemudian al-Bana mengatakan, ”Wahai saudaraku yang sejati! Ini merupakan garis besar dakwah Anda. Anda dapat menyimpulkan prinsip-prinsip tersebut menjadi lima kalimat, Allah Tujuan Kami, Rasulullah teladan kami, Al-Qur’an Dustur Undang-undang Dasar Kami, Jihad Jalan Kami dan Mati Syahid Cita-cita Kami yang Tertinggi” (Allahu Ghayatuna Ar Rasul Qudwatuna Al-Qur’an Dusturuna Al Jihadu Sabiluna Al Mautu fi sabilillah Asma Amanina)

Lambang Ikhwanul Muslimin adalah dua belah pedang menyilang melingkari Al-Qur’an, ayat Al-Qur’an (wa’aiddu) dan tiga kata: haq (kebenaran), quwwah (kekuatan) dan hurriyah (kemerdekaan).

Strategi Pembentukan Negeri Islam

Imam Hasan al-Bana pernah menyatakan: “Sistem bekerja Ikhwanul Muslimin mempunyai tingkatan tertentu dan program yang jelas. Kami tahu apa yang kami inginkan dan cara apa yang harus ditempuh dalam mewujudkan cita-cita itu. Program-program itu ialah:

  1. Kami mendidik muslim paripurna, baik pemikiran dan aqidahnya, maupun akhlak dan amalnya. Inilah cara pembentukan pribadi Ikhwanul Muslimin.
  2. Kami mengharapkan terbinanya sebuah rumah tangga muslim, baik dalam pemikiran, akidah, akhlak, perasaan dan tingkah laku. Oleh karena itu Ikhwanul Muslimin sangat memperhatikan kaum wanita sebagaimana kaum pria. Ikhwanul Muslimin sangat memperhatikan kaum wanita sebagaimana kaum pria. Ikhwanul Muslimin sangat memperhatikan perkembangan anak-anak sebagaimana terhadap pemuda. Inilah cara pembinaan keluarga Ikhwanul Muslimin.
  3. Kemudian kami mengharapkan terbinanya suatu masyarakat muslimin dalam segala aspek kehidupan. Maka Ikhwanul Muslimin berusaha agar dakwahnya dapat dilancarkan ke semua rumah, dan dapat di dengar di semua tempat. Ikhwanul Muslimin berusaha agar gagasannya mudah berkembang sampai ke desa-desa dan kota-kota, dengan mempersiapkan tenaga dan sarananya.
  4. Seterusnya kami bercita-cita membangun suatu pemerintahan muslimin yang membina masyarakatnya ke masjid, yang sesuai dengan petunjuk Islam, sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh para sahabat Rasulullah Saw. Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khattab ra. Kami tidak membenarkan setiap sistem pemerintahan yang tidak berdasarkan prinsip Islam. Ikhwanul Muslimin tidak membenarkan sistem partai politik dan segala bentuk tradisional yang dipaksakan. Ikhwanul Muslimin akan berusaha menghidupkan sistem pemerintahan Islam dengan segala aspeknya. Dan akan membentuk pemerintahan Islam atas dasar sistem itu….”

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button