RESONANSI

Islam Kaffah Bukan Islam Merah Putih

Ketika dilontarkan pernyataan Puan Maharani diperlukan adanya Islam Merah Putih, umat Islam yang peduli sebagian bertanya sebagai kapasitas apa Puan mewacanakan itu? Apakah sebagai Ketua DPR RI, dan atau Ketua PDIP?

Jika ya mewakili pelembagaan secara hukum legal formal sesuai kedua jabatan yang diembannya itu, secara konstitusional implementasinya memerlukan penempuhan jalan yang sungguh-sungguh amat panjang hingga kemudian mendapatkan ratifikasi secara yudisial dan yurisprudensialnya.

Itu pun sebelumnya tidak pernah terjadi dalam sejarah perundang-undangan adanya suatu pengesahan agama Islam baru yang memang Islam Seutuhnya (Islam Kaffah) sebelumnya sudah ditetapkan. Lantas, adanya Islam Merah Putih itu sebagai cabang Islam yang mana?

Yang jelas, rasa-rasanya menjadi tidak dimungkinkan. Terlebih, harus mendapat persetujuan dari umat Islam melalui lembaga-lembaga representatifnya yang sudah pasti tentu akan mendapatkan penolakan keras. Tetapi, jika itu sebagai pendapat pribadi dan hanya sekedar wacana bermaksud apa Puan melontarkannya?

Sesungguhnya pernyataan Puan itu lebih banyak mudaratnya, alias tidak banyak manfaatnya. Apa pun kepentingannya, pernyataan itu semata delegitimasi, sederhananya orang Betawi berujar “kagak ada yang nyambung” , alias tak kontekstual, tak ada faktualnya, bahkan rasionalitasnya. Apakah boleh jadi disebut pernyataan itu sebagai inkonstitusional?

Karena batasannya hanya wacana dan pendapat pribadi, tulisan ini pun sebaiknya menanggapinya dikomparasi dengan wacana dan pendapat pribadi juga, seperti pemikiran literasi Bung Karno ayahandanya secara pribadi yang melontarkan wacana ideologi Nasakom dalam bukunya “Di Bawah Bendera Revolusi”.

Secara filosofis tujuan adanya idiologi Nasakom manakala dikomparasi dengan pernyataan Puan pun sesungguhnya sangat bertentangan. Meskipun pada akhirnya begitu tragis dan sangat memilukan, patokan Bung Karno itu demi secara unity, kebersatuan, dikarenakan Bung Karno sebagai pemimpin revolusi besar dan melihat adanya potensi-potensi kekuatan idiologi yang ada di rakyatnya saat masa revolusi itu, idealisme besar pemikiran revolusioner Bung Karno selaku Kepala Negara yang besar pengaruhnya ingin mempersatukannya.

Tetapi, sebagaimana kita tahu yang terjadi dan tercatat di dalam sejarah, komunisme itu mengkhianati orang yang justru merangkulnya, tak memandang itu seorang Kepala Negara yang sungguh sangat berpengaruh, namun demi meraih ambisi kekuasaannya, komunis melalui PKI itu bahkan menghancurkannya.

Jadi, sekarang yang tersisa dari NASAKOM, adalah NASA, ideologi nasionalis-agama, karena NASKOM, ideologi nasionalis-komunis sudah terlarang sebagaimana ditetapkan oleh TAP MPRS No. 25 tahun 1966. Dan idiologi NASA itu dipastikan akan menjadi ideologi abadi negara Indonesia dikarenakan landasan idiil Pancasila dan UUD 1945 menjadi pedoman dan tonggak supremasi penegakan hukum untuk menjalankan pengelolaan negara Republik Indonesia.

Nasionalis-agama sebagai dimaksudkan oleh landasan idiil Pancasila dan UUD 1945, adalah negara menjamin keberadaan agama-agama sebagaimana implementasi Sila ke-1 dari Pancasila, berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa untuk melandasi terwujudnya kebersatuan, kesatuan dan persatuan secara menyeluruh tanah air nasional-kebangsaan Indonesia. Singkatnya, landasan nasionalisme-religiusitas-lah.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button