MUHASABAH

Negeri yang Sakit

Penanganan wabah Corona di negeri ini sungguh sangat memprihatinkan. Pasien baru bertambah setiap hari membuat masyarakat semakin panik. Corona laksana penyakit yang mematikan. Ketimpangan informasi, sumber daya, peralatan kesehatan, hingga tenaga medis menjadi faktor penunjang bertambahnya kasus positif corona.

Sejak adanya dua WNI terjangkit corona, yang diumumkan Jokowi pada 2 Maret, kini sudah ada lebih dari 117 orang positif corona (data 15 Maret). Artinya, dalam kurun dua pekan, kenaikannya lebih dari 100 orang atau lima puluh kali lipat. Bukan tidak mungkin, angkanya melonjak mencapai ribuan jika pemerintah tidak cepat tanggap, dalam tujuh hari mendatang.

Minimnya peran pemerintah membuat masyarakat hanya bisa melakukan upaya pencegahan ala kadarnya. Itupun masih harus bersaing dengan para kapital, tatkala empon-empon, masker dan hand sanitizer semakin sulit di pasaran, dan harganya pun membumbung tinggi.

Bahkan saat Singapura memberikan masker gratis dari rumah ke rumah, di Indonesia, masker justru dibuat mainan oleh penimbun gelap dan menjadikannya sebagai barang langka. Negeri ini sedang sakit, pemimpin yang buruk dengan sistem yang rusak, membuat kasus corona menjadi petaka.

Kini, keputusan untuk penjarakan sosial (social distancing), penjagaan kebersihan, dan penggunaan masker buatan sendiri menjadi jalan terakhir yang bisa ditempuh. Apalagi Pemerintah Pusat juga bersikukuh menolak lockdown, dengan dalih stabilitas ekonomi.

Jokowi menyebutkan, saat ini yang terpenting dilakukan adalah bagaimana mengurangi mobilitas orang, menjaga jarak, serta mengurangi kerumunan orang yang membawa risiko lebih besar pada penyebaran Covid-19. (Linetoday, 16/3/2020).

Tampak bahwa pemerintah terlihat gamang. Di satu sisi memberi perhatian terhadap ekonomi, namun di sisi lain lalai melindungi keselamatan masyarakat. Sementara dunia internasionalpun sudah tidak mempercayai bahwa kondisi Indonesia aman. Buktinya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) semakin tertekan.

Dalam pengertian umum, definisi lockdown sendiri terlalu luas karena mencakup karantina, pembatasan akses ke ruang publik, meliburkan sekolah, hingga menutup gerak masyarakat dari satu daerah ke lainnya, dalam kurun waktu tertentu.

Pada sektor ekonomi, yang paling terkena dampak kebijakan lockdown adalah masyarakat menengah ke bawah. Mereka akan kesulitan memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan negara tanpa pola asuh mengurusi urusan umat, tentu akan kewalahan. Sebab tidak siap membiayai seluruh kehidupan masyarakat.

Pengamat dari Universitas Indonesia Andri W Kusuma menyatakan, lockdown harus segera dilakukan, agar pemerintah tak lebih terlambat lagi dalam menangani corona, sebagaimana dilakukan di Negara Italia dan China. Sementara Jepang dan Singapura memiliki strategi yang berbeda untuk menangkal Covid-19. (CNNIndonesia.com, 17/3/2020)

Lambannya jajaran dinas kesehatan provinsi di seluruh Indonesia, mengakibatkan berbagai fasilitas kesehatan di Indonesia dinilai tidak siap menghadapi dampak terburuk virus corona. Bahkan pejabat perwakilan Badan Kesehatan Dunia sempat menanyakan kemampuan dan keterbukaan Indonesia dalam menangani corona.

“Indonesia bukan hanya Jakarta, tapi ada daerah lain contohnya Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan itu rumah sakit rujukannya hanya (RSUD) Gunung Jati yang hanya punya sedikit ruang isolasi. Bagaimana kalau terjadi penumpukan, misalnya di atas 100 (pasien) saja, mau ke mana mereka?” kata Andri saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Selasa (17/3).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button