AKIDAH

Neraka tak Pernah Memanggil, Namun Kita yang Mendekat

Kita meyakini bahwa kita semua tidaklah menghendaki termasuk dalam penghuni neraka di akhirat kelak. Dan kitapun yakin bahwa inilah sesuatu yang paling kita takutkan jika kelak benar-benar menimpa diri kita, melebihi ketakutan jika kita jatuh miskin atau sakit parah di dunia ini.

Namun apalah daya karena kebodohan kita pula yang cenderung justru lebih banyak mendekati neraka dan menjauhi surga. Tipu daya dunia dengan berbagai fasilitas dan fitnahnya lebih kita turuti dari pada sibuk dengan urusan akhirat.

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa Allah Ta’ala mensifati penduduk neraka dengan kebodohan dan mengabarkan bahwa Dia menutup jalan-jalan ilmu untuk mereka. Allah Ta’ala berfirman menceritakan keadaan mereka,

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِىٓ أَصْحٰبِ السَّعِيرِ

“Dan mereka berkata, Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk 67: Ayat 10)

فَاعْتَرَفُوا بِذَنۢبِهِمْ فَسُحْقًا لِّأَصْحٰبِ السَّعِيرِ

“Maka mereka mengakui dosanya. Tetapi jauhlah (dari rahmat Allah) bagi penghuni neraka yang menyala-nyala itu.” (QS. Al-Mulk 67: Ayat 11)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.” (HR. Muslim)

Hadits diatas mengandung kalimat-kalimat yang indah dengan cakupan makna yang luas serta kefasihan bahasa yang ada pada diri Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Sehingga beliau membuat perumpamaan yang sangat baik dan tepat. Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang itu tidak akan masuk surga sehingga mengamalkan perkara-perkara yang dibenci jiwa, begitupula sebaliknya seseorang itu tidak akan masuk neraka sehingga ia mengamalkan perkara-perkara yang disenangi oleh syahwat. Demikian itu dikarenakan ada tabir yang menghiasi surga dan neraka berupa perkara-perkara yang dibenci ataupun yang disukai jiwa. Barangsiapa yang berhasil membuka tabir maka ia akan sampai kedalamnya. Tabir surga itu dibuka dengan amalan-amalan yang dibenci jiwa dan tabir neraka itu dibuka dengan amalan-amalan yang disenangi syahwat.

Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari berkata, “Yang dimaksud dengan al-makarih (perkara-perkara yang dibenci jiwa) adalah perkara-perkara yang dibebankan kepada seorang hamba baik berupa perintah ataupun larangan dimana ia dituntut bersungguh-sungguh mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan tersebut. Seperti bersungguh sungguh mengerjakan ibadah serta berusaha menjaganya dan menjauhi perbuatan dan perkataan yang dilarang Allah Ta’ala. Penggunaan kata al-makarih disini disebabkan karena kesulitan dan kesukaran yang ditemui seorang hamba dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Adapun yang dimaksud syahwat disini adalah perkara-perkara yang dilakukan untuk menikmati lezatnya dunia sementara syariat melarangnya. Baik karena perbuatan tersebut haram dikerjakan maupun perbuatan yang membuat pelakunya meninggalkan hal yang dianjurkan.

Ibnul Jauzi rahimahullah menasehati kita berikut, “Ketahuilah, semoga Allah mamberikan taufiq kepadamu. Sesungguhnya watak dasar jiwa manusia itu cinta kepada hawa nafsunya. Telah berlalu penjelasan tentang begitu dasyatnya bahaya hawa nafsu, sehingga untuk menghadapinya engkau membutuhkan kesungguhan dan pertentangan dalam diri jiwamu. Ketika engkau tidak mecegah keinginan hawa nafsumu maka pemikiran-pemikiran sesat (kejelekan-kejelekan) itu akan menyerang sehingga tercapailah keinginan hawa nafsumu.” (Dzammul Hawa, hal.36, Asy-Syamilah).

Semoga kita selalu dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga kita layak mendapatkan surga dan menjauh dari siksa neraka. Insyaallah.

Wallahu a’lam

Abu Miqdam
Komunitas Akhlaq Mulia

Artikel Terkait

Back to top button