Ormas Pejabat akan Dukung Warga Bekasi yang Digugat karena Bangun Musala
Jakarta (SI Online) – Organisasi Massa Pejabat (Pengacara dan Jawara Bela Umat) akan memberikan dukungan kepada Warga RW 10 Klaster Water Garden Grand Wisata, Bekasi yang tengah berjuang dalam pembangunan musala.
Ketua Umum Pejabat Ustaz Eka Jaya mengatakan, ormas yang dipimpinnya akan hadir dalam persidangan di Pengadilan Negeri Cikarang.
“Insyaallah pada Rabu nanti kita akan mendukung saudara-saudara kita yang sedang digugat oleh pengembang PT Putra Alvita Pratama (anak perusahaan Sinar Mas) yang melarang pembangunan musala di Grand Wisata Bekasi,” kata Eka dalam kajian Ahad subuh (7/3) di Masjid Baiturrahman, Saharjo, Jakarta Selatan.
Eka menjelaskan, di klaster perumahan tersebut ada sekitar 270 kepala keluarga, 85% warga adalah Muslim. Di perumahan tersebut tidak dibuatkan musala untuk ibadah umat Islam.
“Jadi tidak ada fasilitas ibadah, warga kalau mau shalat susah. Akhirnya dengan kesadaran mereka ingin ada musala, maka dibelilah satu kavling tanah 226 meter seharga 1,6 miliar, dan dalam jangka 3 tahun sudah lunas,” kata Eka.
Ia melanjutkan, setelah tanah tersebut lunas warga mulai melakukan pembangunan. “Tapi sebelum membangun mereka minta izin ke Dewan Masjid, FKUB, Kemenag setempat, RT RW semua tanda tangan, warga juga termasuk yang non Muslim menyetujui bahkan ikut membantu,” jelas Eka.
“Dan sekarang pembangunan sudah 85%, yang belum tanda tangan PUPR Kabupaten Bekasi. Lucu kalau PUPR ini tidak menyutujui, padahal kewajiban dari pengembang untuk membangun sarana ibadah,” tambahnya.
Kata Eka, dalam proses pembangunan musala tersebut, pengembang melakukan tuntutan. “Alasannya karena dalam perizinan, tanah tersebut peruntukannya untuk rumah tinggal, bukan tempat ibadah,” ujarnya.
Setelah itu, kedua belah pihak melakukan diskusi. “Kata pengembang, silahkan buat musala tapi dengan syarat. Syarat pertama, tidak boleh dikasih nama, tapi sudah diberi nama Al Muhajirin. Kedua, tidak boleh azan pakai pengeras suara. Ketiga, tidak boleh ada shalat Jumat dan pengajian. Keempat, tidak boleh ada pendidikan agama buat anak-anak. Dan kelima, orang luar komplek tidak boleh ibadah di situ. Ini zalim sekali,” jelas Eka.
Sementara itu, lanjut Eka, warga Muslim di sana sangat berkeinginan membangun sarana ibadah. “Mereka rindu dengan suasana seperti sejak dahulu, dimana anak-anak bisa mengaji di musala,” tandasnya.
red: adhila