SUARA PEMBACA

OTT Bupati di Awal Tahun, Menyibak Tabir Kapitalisme

Belum genap satu bulan pergantian tahun 2021 ke 2022, namun Indonesia Kembali dihebohkan dengan operasi tangkap tangan beruntun yang di lancarkan oleh KPK dalam menangkap para koruptor. Rangkaian OTT yang terjadi antara lain penangkapan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi pada Rabu, 5 Januari, lalu disusul oleh penangkapan Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Abdul Gafur Mas’ud pada Rabu, 12 Januari, dan terakhir Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin pada Selasa, 18 Januari (Tempo.co, 20/01/2022).

Tak hanya sampai disitu, OTT juga terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya terhadap hakim yang bernama Itong Isnaeni Hidayat dan Panitera Pengganti bernama Hamdan pada Kamis, 20 Januari. Padahal di tahun 2021 KPK mengaku telah menangani 101 perkara korupsi yang menjerat 116 tersangka, yang mana hal itu mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya (liputan.com, 20/12/2021).

Berbagai rentetan ini tentunya menjadi bukti semakin maraknya tindak pidana korupsi hampir diseluruh jajaran aparatur negara, dari mulai kepala daerah hingga para pejabat.

Suburnya tindak pidana korupsi dalam naungan sistem kapitalisme hari ini semakin membuka tabir kebobrokan sistem ini. Terdapat tiga faktor besar yang menjadikan perilaku korup sebagai identitas para pejabat negara hari ini. Pertama, mahalnya biaya politik menjadikan tindakan korupsi lumrah terjadi di kalangan pejabat. Bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa seorang pejabat ataupun kepala daerah diharuskan bertindak korup untuk menutup biaya yang dikeluarkan selama proses kampanye dan pemilu, yang mana hal itu tidak akan mampu tertutupi oleh penghasilan bulanan mereka. Maka tak jarang ketika mereka telah terpilih, akan ada istilah “balik modal”.

Hal tersebut diakui oleh Muhammad Jusuf Kalla, mantan wakil presiden ke-10 dan ke-12. Menurut JK, tingginya biaya demokrasi di Indonesia akan semakin menghancurkan demokrasi itu sendiri dan membuka lebar peluang tindak pidana korupsi di berbagai jajaran.

Faktor berikutnya yakni semakin marak terjadinya perselingkuhan antara pejabat dan para pengusaha baik swasta maupun asing, di mana hal ini semakin melanggengkan legitimasi korupsi.

Dalam sistem kapitalis hari ini, demokrasi telah menjelma menjadi pabrik di bidang manufaktur politik, di mana bisnis utamanya adalah korupsi. Pejabat yang sejatinya menjadi pelayan masyarakat beralih menjadi pelayan para korporasi. Bahkan saat ini sudah tak asing lagi para pengusaha menjadi bagian langsung di dalam pemerintahan. Banyak pengamat ekonomi dan politik yang menganalisa bahwasanya Indonesia semakin mendekati penerapan plutokrasi. Secara singkat plutokrasi dapat di katakana sebagai sistem pemerintahan yang dikuasai sekelompok konglomerat.

Menurut David C. Korten, mantan guru besar di Harvard Business School, plutokrasi mengembangkan sistem ekonomi yang hanya membuat para pengusaha-penguasa semakin kaya (Tirto.id, 21/01/2022). Kebijakan ekonomi ditentukan berdasar investasi yang dianggap menjanjikan oleh kalangan mereka sendiri. Hal ini tentu semakin memperbesar peluang tindakan korupsi di kalangan penguasa.

Faktor ketiga adalah kemerosotan upaya pemberantasan korupsi, salah satunya dapat dilihat di dalam laporan Rule of Law Index tahun 2021. Secara umum, Indonesia masih berada pada peringkat 68 dari 139 negara dalam hal penyelenggaraan aturan hukum. Sedangkan pada spesifikasi penyelenggaraan hukum dalam pemberantasan korupsi, Indonesia menempati peringkat 98 dari 139 negara secara global dan peringkat 14 dari 15 negara secara regional di wilayah Asia Timur dan Pasifik.

Kemerosotan penanganan kasus korupsi ini tentu menjadi catatan penting dalam rekam perjalanan negara Indonesia. Selain itu menurut ICW, pada tahun 2021 kinerja lembaga penegak hukum masih sangat jauh dari target. Secara keseluruhan target penindakan kasus korupsi oleh aparat penegak hukum hanya tercapai 19% dari 1109 kasus korupsi, dengan total kerugian negara yang mengalami peningkatan drastis sebesar Rp26,83 triliun (Tempo.co). Bahkan sudah menjadi konsumsi publik bahwa perilaku korupsi hari ini juga marak dilakukan oleh para aparat penegak hukum.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button