SUARA PEMBACA

Pak Menag, Baha’i Itu Bahaya! Perlu Diwaspadai, Bukan Diselamati!

Entah kata apalagi yang mesti ditujukan kepada Menteri Agama Republik Indonesia. Setelah bersikap manis terhadap Syiah dan Ahmadiyah, kini giliran Baha’i yang diselamati.

Yaqut Cholil Qoumas mengucapkan selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB kepada pengikut Baha’i. Pernyataan itu disampaikan Menag Yaqut dalam rekaman video resmi Kementerian Agama.

Kontan apa yang dilakukan oleh Menag menjadi perhatian netizen. Sehingga menjadi keingintahuan untuk menelisik tentang Baha’i.

Di Nusantara sendiri disebutkan bahwa sejarah agama Baha’i dimulai oleh dua orang pelopor yang diutus pendiri Baha’i, Baha’ullah. Keduanya adalah Sulayman KhanTunukabani (Jamal Effendi) yang berasal dari Iran berusia 65 tahun, dan pemuda dari Iraq Sayyid Mustafa Rumi berusia 33 tahun. Dua orang tersebut menginjakan kaki ke Indonesia pertama kali di Batavia yang kini bernama Jakarta, tahun 1885 (liputan6.com/29/7/2021).

Dikutip dari bahai.id, situs yang berisi tentang kegiatan dan komunitas Baha’i, menjelaskan tentang sejarah agama Baha’i masuk di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Disebutkan dalam laman itu, Bahá’u’lláh ini menugaskan Jamal Effendi untuk melakukan perjalanan ke India.

Selanjutnya menyebar ke Srilanka, Singapura, juga beberapa wilayah di Nusantara. Penganut Baha’i menggunakan cara kunjungan sekaligus niaga dan juga lewat asimilasi budaya.

Adapun Peneliti Utama Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag, Nuhrison M. Nuh mengungkapkan bahwa agama Baha’i adalah agama yang independen dan bersifat universal, ia bukan sekte/aliran dari agama lain, termasuk Islam.

Pernyataan itu disampaikan dalam acara seminar hasil penelitian yang diselenggarakan Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Acara itu berlangsung pada 22 September 2014 lalu di Jakarta.

Nuhrison mengungkapkan salah satu temuan dari penelitian adalah tidak ditemukannya fakta tentang keterkaitan antara agama Baha’i dengan agama apapun, termasuk Islam. Ia menambahkan bahwa konsep ajaran agama Baha’i memiliki ciri khas yang berbeda dengan konsep keagamaan di dalam Islam. Begitupula dalam tata cara peribadatan.

“Meskipun tampaknya memiliki kesamaan dengan peribadatan Islam (seperti sembahyang, puasa, ziarah dan lainnya), tetapi pada praktiknya tata cara peribadatan yang mereka lakukan sama sekali berbeda,” kata dia yang dikutip dari Kemenag.go.id.

Nuhrison mencontohkan dalam pelaksanaan sembahyang misalnya, para penganut Baha’i mengerjakan sembahyang sebanyak tiga kali dalam sehari. Kiblat yang dijadikan sebagai arah sembahyangpun juga berbeda. Jika Umat Islam menghadap ke arah Mekah, maka umat Baha’i sembahyang menghadap Barat Laut (kota Akka-Haifa).

Singkatnya Baha’i mirip dengan Ahmadiyah, termasuk aliran sesat seperti yang telah ditetapkan MUI karena mengakui adanya nabi setelah nabi Muhammad. Karena telah jelas disebutkan oleh Allah SWT, bahwa tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad Saw.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button