Pakar Militer: 16 Ribu Tentara Israel Tewas dan Terluka di Gaza Sejak 7 Oktober
Amman (SI Online) – Pakar militer Yordania, Nidal Abu Zeid mengungkapkan perkiraan jumlah korbas tewan dan terluka militer Zionis Israel di Gaza mencapai 16 ribu jiwa sejak agresi 7 Oktober 2023 lalu.
Bahkan, Abu Zeid menyebut besaran korban itu bisa mencapai 35 hingga 40 persen dari militer Zionis Israel.
“Opsi lain atas persentase kehilangan personel ini adalah menarik unit-unit yang terkena dampak dari operasi tersebut karena ini berarti mengekspos salah satu sayap kekuatan yang terjun dalam operasi,” katanya dikutip dari media Khaberni.
Abu Zeid menambahkan, sekitar 16.000 tentara Israel tewas atau terluka sejak dimulainya invasi darat, sementara tentara pendudukan Israel secara resmi hanya mengakui kematian sebanyak 663 tentara dan perwira sejak dimulainya invasi ke Jalur Gaza.
“Pertempuran baru-baru ini di Kamp Jabalia dan Rafah Barat, yang dimulai pada awal Mei lalu, meningkatkan tingkat korban dan jumlah tentara yang tewas dalam pertempuran tersebut dari 40 persen – 90 persen di antara tim tentara pendudukan yang berpartisipasi (terjun beroperasi),” katanya.
Abu Zeid mengindikasikan bahwa ada sekitar 1.000-1.500 korban di antara barisan tentara pendudukan Israel saja dalam pertempuran Jabalia dan timur Rafah.
Analisis ini bertepatan dengan pengumuman juru bicara militer Brigade Al-Qassam yang menyatakan petempur mereka menghabisi banyak tentara IDF.
Dia mengatakan, penggunaan brigade infanteri oleh tentara Israel yang berafiliasi dengan sebuah sekolah militer (individu yang sedang menjalani pelatihan) setelah penarikan Brigade Givati dari Rafah menegaskan adanya kerugian besar di antara jajaran tentara pendudukan.
Abu Zeid menambahkan kalau tentara Israel tidak lagi memiliki ‘kemewahan’ pilihan peralatan militer, sehingga menggunakan kendaraan tua setelah kehilangan banyak kendaraan yang tidak terpakai di perbatasan utara.
Abu Zeid memperkirakan jumlah korban tewas dan luka-luka dalam pertempuran Rafah yang sedang berlangsung berkisar antara 900 hingga 1.000 tentara IDF, baik tewas maupun terluka.
Prakiraan Abu Zaid itu merujuk paad banyaknya tank Merkava yang hangus kena bom atau rudal anti-tank dari milisi perlawanan.
Sebagai informasi, satu tank Merkava membawa 4 personel, dan terkadang jumlahnya mencapai 6 orang.
Sebuah laporan Ibrani menyatakan bahwa jumlah tank yang dimiliki tentara saat ini kurang dari setengah jumlah tank yang dimiliki sepuluh tahun yang lalu.
“Angka ini sedikit di atas’garis merah’ yang dibuat oleh Staf Umum Ketentaraan Israel> Bagi IDF anka ini adalah sangat kecil dibandingkan dengan tugas yang harus dihadapinya di berbagai bidang.
Analis militer Israel Yossi Yehoshua, seorang analis militer untuk surat kabar Yedioth Ahronoth, sebelumnya mengatakan kalau negaranya akan mengakhiri tahun 2024 ini dengan penonaktifan 12.000 personel militer akibat perang di Jalur Gaza.
Banyak Personel IDF Frustasi
Karena dihantui oleh kegagalan, banyak personel tentara Israel yang mengalami penurunan tajam dalam kemauan untuk mengabdi.
Sebuah survei baru yang diterbitkan oleh Ynet menunjukkan para perwira militer menghadapi kelelahan akibat perang, yang gagal mencapai tujuannya
Sebuah survei yang dilakukan oleh Direktorat Tenaga Kerja tentara Israel dan diterbitkan oleh Ynet pada tanggal 31 Mei menunjukkan adanya penurunan yang “mengkhawatirkan” dalam hal kesediaan para perwira untuk tetap terdaftar di militer Israel.
Menurut survei tersebut, hanya 42 persen yang menjawab positif ketika ditanya apakah mereka ingin terus bertugas di tentara Israel, dibandingkan dengan 49 persen pada Agustus tahun lalu.
Penurunan tersebut, yang terjadi setelah hampir delapan bulan perang di Gaza yang gagal mencapai tujuannya, “mengejutkan” para pejabat senior di angkatan bersenjata, kata Ynet.
“Penurunan motivasi ini didukung oleh faktor lain yang dicatat oleh Direktorat Tenaga Kerja: peningkatan jumlah perwira yang menghubungi departemen pensiun IDF selama perang,” tambah media Ibrani tersebut.
Dalam survei yang sama, petugas ditanya apakah mereka puas dengan gaji mereka. Hanya 30 persen yang memberikan tanggapan positif, dibandingkan dengan 60 persen sektor swasta yang memberikan tanggapan positif terhadap pertanyaan yang sama – yang menandakan “kemarahan dan frustrasi di kalangan anggota militer.”
Survei tersebut menegaskan bahwa para petugas kelelahan akibat perang dan frustrasi dengan dampaknya terhadap kehidupan keluarga mereka.
Baik laki-laki maupun perempuan di tentara mengeluh bahwa mereka tidak sering bertemu keluarga dan kompensasi yang tidak memadai, mengingat jam kerja yang panjang dan stres yang mereka hadapi.
Laporan ini juga mencatat bahwa faktor utama yang menyebabkan kurangnya kemauan mereka untuk terus mengabdi adalah “rasa gagal” yang mereka rasakan.
“Rasa kegagalan menghantui para petugas, dan mereka tidak ingin mengabdi di organisasi yang gagal,” tulis Ynet.
Survei tersebut dilakukan pada bulan yang sama ketika Haaretz melaporkan peningkatan kecenderungan bunuh diri di kalangan tentara. Dikatakan bahwa sepuluh tentara Israel telah melakukan bunuh diri sejak 7 Oktober.
Banyak pejabat yang menyatakan kekecewaannya atas kegagalan mencegah Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober. Bulan lalu, Kepala Direktorat Intelijen Militer Israel, Aharon Haliva, mengundurkan diri dari jabatannya akibat kegagalan tersebut.
Frustrasi terus meningkat sejak saat itu, karena hampir delapan bulan telah berlalu sejak dimulainya perang dan militer Israel masih belum mencapai tujuan yang dinyatakan untuk memberantas Hamas dan mengambil kembali tawanan mereka yang ditahan oleh kelompok perlawanan di Jalur Gaza.
sumber: khaberni/tribunnews