Pariwisata Dibuka, Pasuruan Aman?
Nekat! Di tengah angka covid-19 yang meningkat, Kabupaten Pasuruan membuka kembali akses pariwisata. Rupanya daerah ikutan latah dengan kebijakan new normal pemerintah pusat. Dengan penerapan protokol kesehatan, tempat-tempat wisata di Kabupaten Pasuruan kembali dibuka.
Sejumlah tempat wisata yang mulai buka seperti, Kebun Kurma di Sukorejo. Lalu, Saygon Waterpark di Purwosari. Juga Pemandian Tlogo Sewu dan Kolam Renang Lesehan Pak Soleh di Pandaan. Serta, beberapa tempat lainnya. Meski sudah dibuka, tempat wisata tersebut masih sepi pengunjung.
Plt Disparbud Kabupaten Pasuruan Soeharto mengatakan, pihaknya sudah mengumpulkan para pelaku wisata di kabupaten. Mereka diberi arahan tentang kemungkinan dibukanya kembali tempat wisata dengan menerapkan peraturan new normal. (radarbromo, 15/6/2020)
Saat angka covid-19 di Kabupaten Pasuruan masih tinggi, pemerintah daerah berani membuka akses pariwisata. Per 17 Juni 2020, penambahan kasus positif covid-19 di Kabupaten Pasuruan cukup siginifikan. Terjadi penambahan 10 kasus baru. Sehingga total kasus positif di Pasuruan sebanyak 201 kasus. Berada di urutan kelima dalam persebaran kasus tertinggi di Jawa Timur.
Kebijakan ini ditetapkan menyusul penetapan new normal life yang diserukan pemerintah pusat. Apa yang menjadi kebijakan pusat pun diamini oleh Pemkab Pasuruan. Masyarakat diminta hidup berdampingan dengan corona. Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Kebijakan ini dilatarbelakangi faktor ekonomi. Salah satu komoditas yang terpukul dengan corona adalah sektor pariwisata.
Akibat corona, sektor pariwisata dan turunannya ikut terdampak. Diikuti kerugian yang menyertainya. Seperti bisnis perhotelan yang turun drastis, restoran yang sepi, transportasi yang mandeg, UMKM seret, dan lainnya. Akibatnya, banyak pekerja dirumahkan. Baik pekerja hotel, restoran, dan transportasi. Jika tahun lalu sumbangan devisa dari pariwisata sebesar Rp 280 triliun. Maka tahun ini menyusut menjadi Rp 140 triliun saja. Ribuan pekerja terdampak PHK. Ekonomi dan bisnis lesu.
Sejak pariwisata ditutup bulan Maret lalu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pasuruan dikabarkaan anjlok. Jika sebelumnya PAD Pasuruan mencapai Rp 950 juta/tahun, maka tahun ini anjlok dan menurun drastis. Diketahui, sebanyak 2.950 pekerja sektor pariwisata di Pasuruan terdampak pandemi corona. Banyak pekerja yang dirumahkan lantaran pendapatan pariwisata terus mengalami penurunan.
Lantas, Apakah bijak membuka wisata di Pasuruan saat kasus positif covid-19 masih membayangi? Dengan atau tanpa konsep new normal, masyarakat Pasuruan nampak abai mematuhi protokol kesehatan. Masyarakat terlihat cuek dan apatis. Penyebaran covid-19 di Kabupaten Pasuruan cukup mengkhawatirkan. Ditambah minimnya kesadaran masyarakat akan bahaya corona.
Bukankah lebih baik Pemkab menunda dulu akses pariwisata hingga kasus positif corona di Pasuruan sudah turun? Prioritaskan edukasi ke masyarakar tentang corona dan bahayanya. Jangan terburu meniru pusat atau imbauan Pemprov Jatim. Mencegah ledakan kasus positif harusnya lebih diutamakan dibanding pemulihan ekonomi. Siapa yang bakal menjamin masyarakat Pasuruan patuhi protokol kesehatan? Sebelum ada edukasi menyeluruh dan tersistem, jangan ambil risiko. Sebab, hal ini menyangkut nyawa manusia. Bukan hanya hitung-hitungan untung rugi materi saja.
Industri pariwisata memang memberikan sumbangan devisa yang besar bagi daerah maupun pusat. Maka tak heran, baik pusat maupun daerah berlomba menggenjot pariwisata dengan pembangunan infrastruktur yang mendukung pengembangan industri pariwisata. Saat industri ini guncang akibat corona, imbasnya merembet pada sektor lainnya.
Dalam sistem ekonomi kapitalis, pariwisata adalah investasi yang menggiurkan. Destinasi yang menyenangkan dalam dunia bisnis. Banyak keuntungan yang didapat darinya. Pariwisata pun menjelma menjadi penyokong devisa terbesar bagi negara. Pariwisata adalah lahan subur bagi kaum kapital. Yang untung besar tetaplah para pemilik modal. Sementara, rakyat hanya jadi penikmat wisata alam dengan tiket berbayar. Tidak gratis.
Sejatinya, eksplorasi keindahan dan kekayaan alam bila tak dituntun wahyu Tuhan, hanya akan memicu keserakahan dan mengakibatkan kerusakan pada alam dan manusianya. Alhasil, banyaknya pariwisata juga diikuti terganggunya ekosistem alam. Gaya hidup manusia pun berubah. Pariwisata dinilai sebagai destinasi baru untuk bersenang-senang dengan kacamata kapitalis. Bukan lagi bertafakur alam yang mampu tingkatkan rasa takjub dan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan tak jarang destinasi wisata menjadi tempat baru bagi perilaku maksiat.
Pariwisata boleh saja ada jika dan hanya jika dituntun dengan penerapan aturan Islam secara kaffah. Bukan sekadar cari untung atau sensasi duniawi. Namun, pariwisata dalam Islam bertujuan mengedukasi dan meningkatkan keimanan kepada Allah Ta’ala. Pariwisata dalam Islam juga bertujuan sebagai sarana dakwah dan propaganda. Yakni, mengenalkan pada dunia jejak keagungan dan kemuliaan peradaban Islam.
Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban