Partai Politik: Penjaga atau Penghancur Ideologi Bangsa?
Tetapi seiring dengan perjalanan waktu dan musim berganti, kesepakatan – kesepakatan yang dibicarakan dalam ruang – ruang sidang BPUPK dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan tertulis dalam berbagai dokumen resmi maupun notulen sidang, nampaknya kurang menjadi perhatian serius dari Partai Politik yang ada sekarang ini. Sehingga terjadi konflik ideologis yang kontra produktif sehingga menghabiskan energi bangsa dan rakyat Indonesia. Hasil – hasil keputusan dulu yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara Indonesia kerapkali “dikotak – katik” kembali sehingga menimbulkan setback terhadap diskursus ideologi dan filosofi bangsa dan Negara Indonesia yang sebenarnya sudah selesai diputuskan pada dekrit Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959. Partai Politik seharusnya menjaga tradisi dan kesepakatan dari para pendiri bangsa Indonesia masa lalu. Karena melalui Partai Politik lah produk – produk peraturan dan perundang – undangan dibentuk di Parlemen. Jika Partai Politik tidak menjaga tradisi leluhur dari bangsa ini yang susah payah mereka tetapkan dengan segala macam pengorbanan, maka bangsa dan negara Indonesia ini tidak akan mampu maju kedepan untuk mencapai tujuan nasionalnya yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Dalam hal ini, kita boleh berkaca kepada bangsa Amerika sebagai bangsa yang didirikan dari awal berdasarkan konsensus bersama oleh para pendatang ke dataran Amerika. Partai Demokrat dan Partai Republik di Amerika dikenal sebagai Partai Politik tertua di dunia. Partai Demokrat dan Republik berdiri sejak 1830-an yang berarti umurnya hampir mencapai 200 tahun, hingga kini Partai Demokrat dan Partai Republik menjadi sebuah kekuatan politik yang menjadi wajah asli dan legacy bangsa Amerika sejak dulu Amerika didirikan. Partai Demokrat dikenal sebagai Partai yang liberal yang sangat terbuka mengadopsi ideologi Pluralisme dan Liberalisme dalam kebijakan – kebijakan yang mereka terapkan, sebaliknya Partai Republik dikenal sebagai Partai yang konservatif yang sangat protektif dan menomorsatukan kaum White Anglo-Saxon Protestant (WASP). Karakter kedua partai ini terus mengakar dan ideologis hingga kini dan keduanya tetap bisa bekerjasama didalam Kongres Amerika untuk kebaikkan bangsa mereka.
Kedua Partai Politik ini menjadi semacam penyeimbang dalam berbagai macam isu kebijakan Publik yang arah dan platform perjuangannya sudah dikenal baik oleh para pemilihnya. Kebijakan ekonomi umpamanya, antara kedua Partai ini akan mempromosikan kebijakan yang berbeda berdasarkan ideologi Partai yang mereka miliki. Partai Demokrat misalnya lebih suka meninggikan pajak penghasilan untuk kaum kaya sebaliknya Partai Republik cenderung menginginkan pajak yang rendah bagi siapapun. Begitu juga isu – isu keberagaman, Republik dikenal anti imigran dan cenderung rasis sedangkan Partai Demokrat dikenal dengan keterbukaannya kepada imigran dan menjadikan Amerika sebagai rumah bersama untuk mencapai Pursuit of Happiness a.k.a American Dream dari berbagai bangsa di dunia.
Jadi, Partai Republik dan Partai Demokrat menjadi semacam penjaga ideologi bangsa mereka walaupun setiap lima tahun mungkin mereka bergantian berkuasa. Mereka berpartai bukan hanya untuk menikmati kekuasaan an sich tetapi mereka ingin agar apa yang leluhur mereka perjuangkan 200 tahun-an yang lalu tetap menjadi fondasi yang permanen untuk mereka pertahankan bagi anak cucu mereka di masa depan.
Dalam konteks Indonesia, Para Tokoh dari Partai Masyumi dan Tokoh – tokoh Nasional lainnya di awal kemerdekaan telah memulai fondasi tersebut. Kesepakatan – kesepakatan awal yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 maupun batang tubuhnya adalah wajah asli bangsa Indonesia sebenarnya. Tokoh – tokoh Partai Masyumi sangat menjaga fatsoen dan kesepakatan keputusan yang sudah ditetapkan walaupun dalam hal penghapusan tujuh kata terkait penerapan syariat Islam bagi pemeluknya masih menjadi ganjalan beberapa tokoh Masyumi saat itu. Tetapi karena tokoh – tokoh Partai Masyumi ingin agar NKRI terus menatap kedepan, maka pencoretan tujuh kata tersebut diterima secara sukarela sebagai sebuah harga dari persatuan bangsa dan negara Indonesia. Banyak kontribusi peraturan dan perundang – undangan yang telah diberikan oleh para politisi Partai Masyumi kepada NKRI pada masa lalu untuk kebaikkan bangsa dan negara Indonesia. Sebutlah, aturan Tunjangan Hari Raya (THR), Penerbitan Paspor untuk ke luar negeri, mengembalikan Irian Barat (Papua) ke NKRI, Penyempurnaan Angkatan Perang (TNI), Ide Politik Bebas Aktif untuk kebijakan politik luar negeri dan masuknya Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB), dan lain sebagainya.
Karakter dan sikap Partai Masyumi dan tokohnya pada masa lalu mungkin bagi sebagian orang terlalu nostalgic untuk dihidupkan kembali. Padahal hari ini kita kesulitan menemukan karakter tersebut pada Partai – Partai politik yang ada saat ini. Banyak keteladanan para tokoh masyumi yang seringkali hanya diucapkan dalam forum – forum seminar mengenang tokoh Masyumi masa lalu, tetapi banyak orang seperti kurang yakin akan adanya ikhtiar untuk meneruskan dan menyempurnakan apa yang sudah pernah dimulai oleh Partai Masyumi yang hidup hanya 15 Tahun lamanya. Meneruskan kembali perjuangan Partai Masyumi mungkin dianggap seperti melawan tanda zaman yang sulit diruntuhkan yaitu zaman yang sudah pragmatis, hedonis dan materialistis. Tetapi seperti yang penulis sebutkan diatas, ketika kita berkaca dengan Partai Republik dan Partai Demokrat di Amerika yang dapat bertahan hingga ratusan tahun, kenapa tidak dengan Partai Masyumi?
Tentu perjalanan Partai Demokrat dan Partai Republik di Amerika juga mengalami masa jatuh dan bangun seperti adanya perang saudara, depresi ekonomi dan lain sebagainya. Tetapi karena kuatnya bangsa mereka menjaga legacy para leluhur mereka, membuat mereka mampu menghadapi segala macam tantangan bagi bangsa mereka. Termasuk pula Bangsa Inggris yang memiliki sistem demokrasi tertua dengan Partai Konservatif yang berdiri pada tahun 1834, Partai Liberal yang didirikan tahun 1850 dan Partai Buruh yang didirikan tahun 1900. Hingga kini konstelasi politik di Inggris masih dikuasai oleh ketiga Partai ini. Begitu pula dengan Bangsa Jerman yang memiliki Partai Sosial Demokrat sejak tahun 1875 dan Partai Kristen Demokrat (CDU) yang didirikan sejak 1950 -an yang terus mewarisi karakter bangsa Jerman dan konfigurasi kekuatan politik Jerman.
Banyak negara – negara maju lainnya mempunyai Partai Politik yang sudah berumur tua dan tetap dapat dukungan yang kuat dari rakyatnya. Pembangunan tradisi berpartai yang kuat dan terus diwariskan kepada generasi berikutnya telah menjadi faktor utama kenapa partai – partai tersebut tetap bertahan. Sedangkan kondisi di Indonesia dimana Partai Masyumi yang pernah didirikan tahun 1945 dan pernah dibubarkan oleh Soekarno – Kemudian dikoreksi oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Wirjono Prodjodikoro pada saat itu dengan menyatakan pembubaran tersebut melanggar konstitusi negara setelah lengsernya Soekarno – tidak dapat menjadi alasan akan terlarangnya Partai Masyumi ini untuk dapat meneruskan cita – cita ideologinya yang belum tercapai. Walaupun pada masa rezim orde baru tetap tidak boleh didirikan, tetapi setelah era reformasi, nama Masyumi tetap boleh dicatatkan dalam lembaran negara.
Oleh sebab itu, keinginan anak cucu ideologis dan biologis Partai Masyumi untuk meneruskan perjuangan ayah dan ibu mereka haruslah kita dukung untuk perbaikkan sistem politik di Indonesia yang lebih bermartabat. Bisa jadi keinginan ini bukan hanya semata – mata terkait dengan target keinginan berkuasa pada jangka pendek, tetapi lebih jauh dari itu. Partai Masyumi ingin menjaga LEGACY yang sudah pernah dirintis oleh para tokohnya dengan meneruskan nilai-nilai perjuangan tersebut hingga ditakdirkan oleh Allah SWT dapat meraih kemenangan atas pertolongannya berkat ke-ikhlas-an dan ke-istiqomah-an dalam berjuang. Sampai kapan perjuangan itu meraih kemenangan?
Saatnya nanti akan tiba. Musim Berganti, Syariat Dinanti, Masyumi Kembali.
Wallahu a’alam Bishawwab
Jakarta, 29 Rabiul Awal 1442 H / 15 November 2020
Taufik Hidayat
Ketua Bidang Politik Hukum dan HAM Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia