Pasal 125 dan 126 UU Ciptaker Dikhawatirkan Jadi Pasal Karet
Padahal, lanjutnya, terkait mekanisme sanksi dari tindakan tersebut sebelumnya sudah diatur dalam bentuk sanksi administratif, bisa dalam bentuk denda administratif sampai yang paling berat yakni pencabutan izin ditambah pengembalian setoran jemaah, katanya.
Alhasil, konsekuensi dari tumpang tindih pasal terkait sanksi ini akan membuka celah bagi terjadinya multitafsir atau pasal karet. Pasalnya, penegak hukum dapat mengenakan sanksi pidana saja atau keduanya (red, sanksi administratif dan sanksi pidana) sekaligus.
“Berat sekali konsekuensinya bila kedua sanksi dikenakan sekaligus, yakni denda administratif bahkan ditambah hukuman penjara maksimal 10 tahun. Sedangkan di sisi lain, saya melihat ada potensi atau celah bagi permainan hukum disini,” katanya.
Dari segi etika hukum, politisi PKS ini menganggap pemberlakuan sanksi berlapis ini tidak pada tempatnya alias tidak adil karena melampaui batas kewajaran. Sebab, kedua sanksi tersebut menjerat perusahaan atau lembaga sekaligus pemiliknya di waktu yang sangat bersamaan. Padahal, pelanggaran pada pasal tersebut tidak termasuk yang pasti menimbulkan kematian.
“Kami menduga munculnya ambiguitas terkait pengenaan sanksi berlapis untuk satu perbuatan dalam UU ini sesungguhnya tidak lepas sebagai akibat dari ketergesa-gesaan selama proses penyusunannya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Anggota Komisi VIII ini menilai konstruksi berpikir untuk melakukan perlindungan bagi jemaah melalui regulasi baru ini sesungguhnya sudah baik. Namun, dengan munculnya potensi pasal karet tersebut justru akan menimbulkan permasalahan baru.
Bahkan, Bukhori dalam beberapa waktu yang lalu telah menerima sejumlah keluhan dari asosiasi penyelenggara haji dan umrah yang keberatan dan cemas dengan keberadaan pasal kontroversial tersebut. Sebabnya, ketentuan baru tersebut dinilai tidak memberikan kepastian hukum bagi mereka dan sangat rentan dijadikan objek permainan hukum.
Baca juga: Tolak Tiga Pasal UU Ciptaker, Forum SATHU Pertimbangkan Judicial Review Hingga Aksi Massa
“Kami juga mengamini bahwa bagi pihak penyelenggara umrah dan haji yang dengan sengaja menyebabkan kegagalan keberangkatan, penelantaran, atau kegagalan kepulangan sebenarnya sudah masuk dalam ketentuan pidana,” ungkap Anggota Komisi VIII DPR itu.
Namun, dengan melihat fakta bahwa ancaman hukuman dalam UU Cipta Kerja ini sifatnya berlapis, menurut dia pasal pidananya sebaiknya dicabut saja agar tidak membuka ruang spekulasi bagi para penegak hukum sehingga memberikan kepastian hukum bagi PIHK dan PPIU sesuai dengan asas keadilan.
red: shodiq ramadhan