Pat Gulipat Al-Zaytun
Imam juga mengungkapkan kedekatan Hilmi Aminuddin dengan NII. Hilmi adalah putra Danu Muhammad Hasan, Panglima Militer DII/TII bentukan Kartosuwiryo. Waktu itu, Danu bertugas di daerah operasi di Pantura seperti Cirebon dan Indramayu.
Imam yang masuk NII KW IX sejak 1997-2007 menyebutkan, masuknya kader NII ke sejumlah parpol memiliki target akhir berupaya melakukan perubahan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Targetnya ideologi, ending-nya perubahan konstitusi,” cetusnya.
Menurut MUI, NII adalah bentuk makar terhadap NKRI. Pengaduan korban, kesaksian mantan anggotanya, dan hasil penelitian Balitbang Depag (Februari 2004), MUI (5 Oktober 2002) serta temuan Intelkam Mabes Polri, sudah lebih dari cukup untuk menindaknya.
Musykilnya, NII KW IX tak diutak-atik sampai sekarang. Bahkan senantiasa mesra dengan rezim demi rezim penguasa. Peneliti Sejarah NII Solahuddin dalam dialog ‘’Polemik NII dan Radikalisme’’ di Jakarta, Sabtu (30/4/2011), mengungkapkan, NII KW IX eksis karena dipelihara elite penguasa.
Ia mencontohkan, di kompleks Al Zaytun ada Gedung HM Soeharto, mantan Presiden RI. Keluarga Cendana pun banyak menyumbang ke ponpes yang dipimpin AS Panji Gumilang, yang disebutnya pemimpin NII KW IX. “Kalau gak salah untuk bangunan itu sekitar 5 miliar,” ujar Solahuddin.
Ia juga mengungkapkan bantuan Wiranto pada Al Zaytun, untuk memenangi suara di sana dalam pemilihan presiden lalu. “Agak aneh kalau kita lihat saat itu 25 ribu suara Al Zaytun dialihkan pada satu kandidat saja,” ujar Solahuddin.
Mantan pengikut NII KW IX, Al Chaidar, membenarkan bahwa kader NII masuk ke sejumlah partai politik. Menurutnya, target utama dari kader NII itu mendirikan partai politik sendiri. “Namun sebelum terbentuk partai politik, mereka masuk ke parpol yang ada,” ungkapnya.
Namun, Al Chaidar menolak klaim bahwa politik kader NII bermaksud mengubah konstitusi Negara menjadi Konstitusi NII.
“Itu bohongan saja, nonsens. Justru adanya NII KW IX, supaya kapok tidak membicarakan Negara Islam Indonesia,” tandasnya.
Menurut Sekjen FUI (Forum Umat Islam), Muhammad Al Khaththath, segenap isu buruk tentang NII baik yang nyata maupun manipulatif seperti kasus Ming-Ming, pada akhirnya memang dimaksudkan untuk menebar alergi, ketakutan, dan permusuhan masyarakat terhadap konsep khilafah Islam ala minhajin nubuwah. ‘’Bukan pada organisasi NII itu sendiri, makanya dia aman-aman saja.’’
Selain itu, ekspos NII juga akan dijadikan dalih bagi lolosnya UU Intelijen yang represif terhadap aktivis Islam.
‘’Jadi isu NII ini memperkuat isu bom buku, bom Cirebon, dan berbagai isu ‘terorisme’ lain yang menimbulkan kesan seolah-olah Indonesia sudah jadi fear-nation. Kondisi ini lalu dijadikan dalih pembenar untuk mengegolkan UU Intelijen,’’ tutur Al Khaththath.