MUHASABAH

Pemanggilan Anies oleh Polisi Tidak Wajar, Lebih Sarat Muatan Politis

Kalau Anies dipanggil dalam kapasitasnya sebagai Gubernur, lebih tidak tepat lagi. Ada UU Pemerintahan Daerah No. 23 Tahun 2014, yang menyebutkan Gubernur sebagai Pimpinan Forkopimda, yang membawahi antara lain Kapolda dan Pangdam. Lah kok ini yang memanggil adalah penyidik yang strukturnya jauh di bawah Kapolda. Dalam kapasitasnya sebagai Gubernur, Anies garis strukturnya adalah Menteri Dalam Negeri. Kalau ada kebijakan yang tak tepat, Mendagri mengingatkannya.

Pemanggilan polisi ini, sungguh salah kaprah.

Soal pidana maksimal satu tahun dalam UU Karantina Kesehatan diterapkan hanya untuk pelanggar protokol dan untuk orang yang menghalangi. Anies Baswedan jelas tak masuk dua-duanya. Ia sebagai pribadi bukan panitia penyelenggara, ia juga tak halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Maka pemanggilan polisi ini absurd.

UU Karantina Kesehatan itu sudah ada aturan pelaksanaannya. Ada aturan Peraturan Pemerintah tentang PSBB, ada aturan Menteri, dan Jakarta juga sudah dibuat aturan turunan dalam bentuk Pergub. Penyelenggaraan protokol beserta sanksinya telah diatur dalam aturan pelaksanaannya. Dalam kasus keramaian acara Habib Rizieq, sanksi sudah dijalankan. Aneh kenapa masuk lagi ke pidana yang diatur oleh UU Karantina Kesehatan? Padahal begitu sanksi telah dijatuhkan, maka menangguhkan sanksi-sanksi yang lain. Soal ini ditegaskan oleh Pak Margarito Khamis di ILC semalam.

Disitulah kita merasa bahwa pemanggilan Anies Baswedan tidak wajar dan lebih sarat unsur politisnya.

Mudah-mudahan dugaan ini tidak benar, dan hanya sekadar kurang paham saja. Sebab jika memang benar demikian politis, langkah polisi ini berbahaya. Kepolisian sebagai penegak hukum tidak boleh menjadi alat politik. Sebab akan memancing segregasi dan konflik sosial politik yang makin lebar.

Sebaiknya pemerintahan dijalankan secara profesional, hukum dijalankan obyektif, tanpa didorong unsur politis. Penegak hukum menegakkan hukum secara adil, melayani rakyat bukan menjadi alat kekuasaan.

Jika tidak, situasi ini tak menguntungkan buat legacy Pak Jokowi yang akan dicatat dalam sejarah. Tak hanya itu, yang paling kasihan rakyat jelata. Energi yang seharusnya dipakai untuk melayani warga, terkuras untuk urusan politicking belaka.

Semoga tidak.

Tatak Ujiyati
Anggota Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP)

Sumber: Facebook Tatak Ujiyati

Laman sebelumnya 1 2 3 4

Artikel Terkait

Back to top button