Penderitaan Perempuan Meningkat di Balik Indeks Pembangunan
Isu gender memang menarik untuk dibahas terlebih capaian kaum perempuan yang berdaya di berbagai sektor publik. Keterlibatan perempuan di bidang politik, menempati jabatan struktural hingga membantu menopang ekonomi keluarga dinilai perempuan memiliki value. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA, Lenny N Rosalin (republika.co.id, 6/1/2024).
Ini merupakan kabar baik bagi para pegiat gender namun kita tidak boleh menutup mata akan banyaknya kasus kekerasan terhadap anak perempuan yang sepanjang tahun 2023 lalu tercatat ada 21.768. KemenPPPA pun membenarkan bahwa telah terjadi peningkatan yang drastis sebesar 30% dari tahun-tahun sebelumnya.
Perempuan dan Permasalahan Hidup
Perempuan merupakan pilar dari sebuah peradaban. Ketika perempuan baik maka baiklah negara atau peradaban itu. Namun apa jadinya perempuan yang “berdaya” justru sangat minim mendapatkan rasa aman dan perlindungan dari negara.
Sebagaimana pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa baru menangani 30% dari kasus 21.768 kasus terhadap perempuan dan anak tersebut. Kita tidak hanya melihat satu aspek baik saja namun justru mengabaikan aspek lain yakni sudahkah perempuan berdaya tadi lantas mendapatkan rasa aman di dalam keluarga, lingkungan publik termasuk dunia kerja?
Dalam dunia kerja pun perempuan kerap mendapatkan pelecehan seksual, juga dilingkungan kampus dan juga tempat umum. Tak lupa perempuan turut dieksploitasi melalui jaringan human trafficking. Tingginya angka gugat cerai oleh perempuan kepada suaminya, KDRT. Masih banyak lagi permasalahan yang dialami oleh kaum perempuan hari ini. Hal ini menunjukkan kondisi wanita memang bukan diukur dari indeks pembangunan secara ekonomi saja.
Pemberdayaan perempuan terus digalakkan sedangkan segala persoalan terkait dengan memberikan rasa aman dan perlindungan atas jiwa dan harta mereka masih butuh perhatian serius terlebih bagi pemegang kekuasaan dan pemilik kebijakan. Memang benar perempuan membutuhkan “wadah” untuk mengekspresikan dirinya namun harus dilihat dari faktor lain yang seringkali diabaikan bahwa hari ini perempuan hidup dan realitas sistem yang rusak. Bagaimana perempuan dipandang bernilai manakala ia memiliki kecantikan fisik dan kebermanfaatan diri.
Penulis dan tokoh pendidikan asal Yordania Majid al-Kilani bahwa ketika pembangunan berporos pada materi, maka manusia menjadi unsur yang paling tidak berharga. Yang kita lihat hari ini adalah keterlibatan perempuan hanya bertumpu pada aktivitas ekonomi saja namun tidak berimplikasi terhadap ketahanan keluarga juga negara.
Semuai ni terjadi karena ada kesalahan paradigma sistem tempat hidup kita, sistem kapitalisme sekulerisme bahwa perempuan dianggap berharga tersebab materi yang melekat padanya seperti kemapanan finansial, karir melejit, prestasi dan popularitas. Maka untuk mencapai semua itu tak sedikit perempuan harus rela keluar dari fitrahnya dan akibatnya hancurnya dirinya termasuk keluarganya.
Asas pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme) juga memperkuat segala ambisi perempuan. Akibatnya banyak perempuan, jika ia Muslim tidak lagi mengenakan pakaian identitas kemuslimahannya karena menganggap bahwa hijab menghalangi ia untuk berekspresi.
Perempuan Sejahtera dan Mulia dalam Islam
Dalam Islam perempuan dipandang bukan sebagai roda penggerak ekonomi namun perempuan dianggap satu poin penting sebuah peradaban. Bahwa perempuan memiliki nilai yang terhormat manakala ia mampu mendidik anak-anaknya dalam rangka menyiapkan sebuah peradaban masa depan. Al madrasatul ‘ula (madrasah pertama bagi anak-anaknya) adalah sebaik-baik tanggung jawab kepada perempuan.
Jika ditinjau dari aspek ekonomi maka perempuan tidak diharuskan untuk dieksploitasi sebab tanggung jawabnya ada kepada laki-laki. Bisa ia berupa ayahnya, saudara laki-lakinya, pamannya ataupun suaminya. Maka wanita tidak lagi dipusingkan oleh urusan publik yang cukup menguras pikiran dan dan energinya.
Sebagaimana sistem kapitalisme membuat perempuan berdaya di aspek ekonomi hingga mengabaikan kewajiban didalam keluarganya. Maka pemberdayaan perempuan tak lebih dari bias isu kesetaraan gender. Sebab dalam Islam, Allah tidak diskriminatif antara laki-laki dan perempuan. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, “Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.” (Qs. Al-Mu’min: 40).[]
Nurhayati, S.S.T.