KRISTOLOGI

Penyaliban Firaun dan Yesus, Fakta atau Fiktif?

Kini Musa berhadapan dengan paranormal kerajaan yang terkenal hebat. Para ahli sihir itu melemparkan tali-temali dan tongkatnya seraya berkata, “Bi’izzati Fir’auna inna lanahnul-ghaalibuun” yang artinya, demi kekuasaan Firaun sungguh kami benar-benar akan menang (Qs Asy-Syu’ara’ 44). Seketika itu pula tali-temali dan tongkat itu berubah seolah-olah hidup menjadi ular yang sangat menakutkan.

Menghadapi serangan ahli sihir itu, atas petunjuk Allah, Musa melemparkan tongkatnya. Tongkat itu pun menjelma menjadi ular besar yang hidup dan memakan seluruh ular buatan para ahli sihir kerajaan.

Sontak, kekalahan telak itu menyadarkan para tukang sihir akan keyakinannya yang batil selama ini. Mereka pun bertaubat, beriman dan bersujud kepada Allah SWT. Dengan tulus mereka berikrar, “Amanna birobbil-‘alamin, robbi Musa wa Harun” (Qs. Al-A’raf 121-122, Asy-Syu’ara’ 47-48).

Firaun makin naik pitam, tidak mau menerima kekalahan ini. Dengan emosi, ia mengancam para tukang sihir dengan hukuman bunuh dan salib (Al-A’raf 123-124, Yusuf 41, Asy-Syu’ara’ 49).

Subhanallah!!! Ancaman ini sama sekali tidak menggetarkan iman para tukang sihir yang sudah bertaubat. Dalam kitab Al-Bidayah wan-Nihayah disebutkan bahwa ketika bersujud, Allah menampakkan rumah dan keindahan surga kepada para tukang sihir ini. Sehingga ancaman Firaun itu tidak ada efeknya sedikit pun bagi mereka. Mereka pun mati syahid disiksa dan disalib oleh Firaun.

Bagi para misionaris Kristen, ayat-ayat mulia dalam Al-Qur’an dijadikan sasaran tembak untuk melumat otentisitas Al-Qur’an. Ayat ini dituding mengalami kesalahan sejarah, karena penyaliban belum dikenal oleh orang-orang Mesir pada masa Firaun (tahun 1450-1200 SM). Menurut mereka, penyaliban baru dipraktikkan oleh bangsa Romawi berabad-abad setelah Firaun meninggal di Mesir.

Tingginya kemakmuran dan majunya peradaban bangsa Mesir membuat Firaun menjadi penguasa diktator, bahkan memproklamirkan diri sebagai tuhan yang harus disembah. Firaun tak segan-segan menghukum salib bagi rakyat yang menentangnya. Ia pun menyiapkan banyak salib (Al-Fajr 10).

Keberadaan Salib pada zaman Firaun, Musa dan Harun itu tidak bertentangan dengan sejarah yang mencatat bahwa Salib sudah dikenal pada zaman Mesir Kuno. Mula-mula masyarakat Mesir kuno mengenal salib di dalam bentuk Tau yang kemudian digabungkan dengan lingkaran di atasnya. Salib di Mesir ini dikenal dengan nama ”Crux Ansata” atau biasa disebut ”Key of the Nile.”

Sir J. Gardner Wilkinson dalam bukunya ”Manners and Customs of the Ancient Egyptians” menuliskan bahwa pada pemerintahan ini dikenal dengan Amenophis IV dan istrinya, keduanya telah menerima salib dari Dewa Matahari, kemudian mereka menggabungkan matahari dengan salib menjadi suatu simbol aneh yang disembah pada waktu itu. Jadi pada masa sebelum kekristenan eksis, salib bagi masyarakat Mesir kuno dihubungkan dengan simbol “Kehidupan” dan “Pemberi hidup” yang menunjuk kepada penyembahan Dewa Matahari.

Teolog Katolik, Herbert Haag dalam bukunya Biblisches Wörterbuch (Kamus Alkitab, hlm. 392) mengakui bahwa Salib sudah ada sejak dalam kebudayaan yang tertua Babylon, Meksiko, Mesir, dan Jerman. Di Mesir, salib dikenal dengan salib engsel, sedangkan di Jerman dikenal dengan salib roda matahari.

Jika salib sudah dikenal dalam kebudayaan tertua di Mesir, maka kisah Al-Qur’an tentang hukuman salib yang dilakukan Firaun di Mesir adalah fakta yang tidak perlu dipersoalkan. Hanya misionaris buta literatur saja yang ngeyel menolak kisah terindah dalam Al-Qur’an.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button