FOKUS MUSLIMAH

Perempuan: Korban dan Komoditas Sistem Sekuler

Tarik ulur pembahasan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) mewarnai perjalanan catatan perempuan. RUU ini kembali masuk prolegnas 2021. Sebelumnya, di tahun 2020, DPR mencabutnya dari daftar prolegnas prioritas dengan alasan “pembahasan yang sulit dan belum menemui titik terang.”

Menurut Komnas Perempuan, RUU ini sangat urgen untuk disahkan. Sebab, kasus kekerasan seksual baru diatur dalam KUHP yang hanya mengklasifikasikan dua jenis kekerasan, yaitu perkosaan dan pencabulan.

Di luar dua kategori itu, penyintas kerap kesulitan mengakses keadilan, kata Siti Aminah Tardi, komisioner Komnas Perempuan. “Misalnya penyiksaan seksual, perbudakan seksual, pelecehan seksual nonfisik, itu belum ada ketentuannya. Ribuan penyintas yang mengalami itu tidak bisa mengakses keadilan. “Mereka juga tidak mendapatkan penanganan atau pemulihan yang maksimal karena sistem peradilan pidana kita belum terintegrasi dengan sistem layanan pemulihan korban,” kata Siti Aminah. (BBC Indonesia, 11/3/2021)

RUU PKS dinilai memberi perlindungan ekstra atas kasus kekerasan seksual yang kerap menimpa kaum perempuan. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan 2021, ada 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2020. Angka ini menurun hingga 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 431.471 kasus.

Menurut Ketua Komnas Perempuan, Andi Yentriyani, penurunan ini lebih merefleksikan kapasitas pendokumentasian daripada kondisi nyata kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi yang cenderung meningkat. (Tempo, 5/3/2021)

Perempuan Korban Kekerasan

Dalam berbagai kasus kekerasan, kaum perempuanlah paling banyak menjadi korban baik kekerasan fisik, seksual, ataupun siber. Dalam catahu 2021, Kekerasan Gender Berbasis Siber (KGBS) pada perempuan meningkat dari 241 kasus menjadi 940 kasus.

Kasus yang paling menonjol menurut catahu tersebut ialah kekerasan fisik sebanyak 2.025 kasus, kekerasan seksual sebanyak 1.983, psikis 1.792, dan ekonomi 680 kasus.

Angka ini menjadi penguat alasan RUU PKS mendesak untuk segera menjadi Undang-Undang. Padahal, dalam RUU ini masih banyak frasa-frasa bermasalah yang dinilai akan membuka pintu lebar bagi liberalisasi seksual dan ditafsiri menurut kepentingan tertentu. RUU PKS dinilai terlalu bebas.

Sebagai contoh, frasa tentang definisi kekerasan seksual itu sendiri yang berbunyi: “kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, fungsi reproduksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan lainnya”.

Jika merujuk definisi pada RUU tersebut, apabila hasrat seksual dilakukan suka sama suka tanpa ada pemaksaan, bisa saja tidak dipidana. Pintu zina sangat berpotensi meluas jika mengggunakan definisi tersebut. Zina tanpa paksaan tidak terkategori perbuatan melanggar hukum menurut RUU PKS.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button