Peringatan Maulid Bid’ah?
Sebagai seorang muslim kita berprinsip pilih yang terbaik ketika melihat perbedaan itu. Timbang dengan pikiran jernih masing-masing dalil yang diajukan para ulama. Al-Qur’an mengajarkan, “(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS az Zumar 18)
Sesama muslim, tentu kita harus membiasakan diri dengan perbedaan. Meski sama-sama berdasar Al-Qur’an dan Sunnah, tapi tafsir terhadap Al-Qur’an dan Sunnah itu kadang berlainan. Di sinilah maka kita perlu memahami kaidah yang diberikan ulama-ulama yang saleh tentang mana perbedaan yang bisa ditolelir mana yang tidak.
Dalil-dalil yang sifatnya qath’i atau jelas maknanya, maka tidak boleh ada perbedaan. Sedangkan dalil yang sifatnya dzanni maka boleh ada perbedaan.
Misalnya haramnya zina, haramnya minuman keras, haramnya mencuri, haramnya murtad, dalil haramnya jelas, tidak ada keraguan di sana, maka haram kita melakukannya. Sementara itu masalah musik, cadar, maulid, bentuk negara dan lain-lain, dalilnya ‘dzanni’, kita menolelir perbedaan pendapat.
Meski berbeda pendapat dibolehkan, seorang muslim (Ulil Albab/kaum terpelajar) mesti mencari pendapat yang terbaik. Seperti semangat Al Qur’an yang dimuat dalam surat az Zumar 18 di atas.
Bila seorang muslim, paham akan perbedaan yang ditolelir antarkaum muslimin ini, insyaAllah kaum muslim akan mencapai kemenangan. Karena di diri muslim itu tidak mendahulukan hawa nafsu ketika memperjuangkan Islam. Ia mempertimbangkan baik-baik dengan akalnya ketika mengkaji dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta ijtihad ulama yang saleh, dalam menilai semua peristiwa yang ditemuinya.
Maka ketika Ahad lalu (17/10) saya diajak mengikuti acara Maulid Rasulullah dan haul KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie di Balimatraman, Tebet, Jakarta Selatan, saya berangkat.
Saya menikmati kebahagiaan di acara Maulid itu. Dan marilah kita nikmati indahnya Islam. Marilah kita berbahagia ketika menjalankan nilai-nilai Islam. []
Nuim Hidayat, Dosen Akademi Dakwah Indonesia, Depok.