Perspektif Politik “Anies-AHY”
Ini bukan “kepongahan”perspektif, alam pikiran sehat selalu diriuhkan dengan dinamika diskursus. Dan suatu perspektif semoga saja tidak hanya nyaris mendekati nilai geniun yang jujur dan benar, tetapi hingga menjangkau suatu “kepentingan” yang jujur dan benar pula.
Karena ini untuk kepentingan perspektif politik, dan politik itu demi kepentingan kekuasaan dan penguasa nanti dan yang dinantikan. Maka, di mana “kepentingan yang jujur dan benar” jika Anies-AHY ini dicalonkan sebagai Presiden pemegang mandat daulat rakyat meraih kekuasaan dan menjadi penguasa NKRI 2024-2029?
Anies itu belakangan sudah teruji, ketika dia diberi mandat berkuasa, menjadi Gubernur memimpin Jakarta. Anies semakin dewasa dan matang berpolitik, dia terjemahkan itu dalam kepemimpinan dengan type pemimpin reflektor, karena mampu merefleksikan kepemimpinannya dalam praktik politik pembangunan yang kemudian sangat nyata dirasakan rakyatnya atau warganya.
Anies secara ekspresif dan impresif menegasikan dan melegitimasikan kiprah dan ikhtiar praktis politiknya melalui program-programnya itu membangun Jakarta disebut dengan cara kota berkemajuan.
Konsepsi kota berkemajuan itu berbeda dengan teori lama tentang pembangunan kota industrialized atau advanced city. Anies lebih berpijak ke teori konsepsi learning cities, disebut sebagai
kota pembelajar.
Pembedanya, learning cities, di tengah-tengah adanya dinamika perubahan yang terus-menerus itu, ada penyertaan kepada kepentingan kesetaraan dan keadilan yang di dalamnya untuk mewujudkannya justru harus ada partisipasi dan kolaborasi secara kolosal seluruh warga kotanya.
Ketika teori lama selalu saja memberi dampak merugikan dalam pembentukan rekayasa sosialnya, sebagian rakyat malah menjadi termiskinkan, terpinggirkan dikarenakan dianggap masyarakat yang kurang menguntungkan ini hanya menjadi beban kota. Bahkan, mereka hanya sebagai korban, jadi tanpa premis pemberdayaan untuk berpartisipasi dan berkolaborasi. Padahal, dalam level apapun, dengan upaya pemberdayaan mereka itu pasti mampu menunjukkan kemanfaatannya.
Seperti yang sudah terbukti secara faktual keberhasilan di Jakarta — tidak perlu menyebutkannya di sini sudah begitu banyaknya Anies mendapatkan apreasiasi penghargaan nasional dan internasional, dengan penyertaan program yang menyentuh keadilan dan kesetaraan itu, bayangkan! Jakarta di tengah-tengah berkemajuan menjadi kota raksasa megapolitan modern di Asia dan sengitnya kompetisi globalisasi, justru kini terasa semakin sejuk-nyaman, aman, tentram dan damai.
Itu berarti dalam kepemimpinannya yang nanti menuju transisi nasional, Anies tinggal menggesernya dengan merefleksikan pengalamannya secara integral dan kolateral karena Jakarta itu miniatur Indonesia: pusat pembauran warga dari seantero nusantara dengan membawa muatan nilai, karakter, watak, perilaku, agama dan kultur dengan spesifikasinya masing-masing.
Jakarta juga sebagai pusat peredaran keuangan dan perekonomian Indonesi yang mengakomodasi seluruh kepentingan distribusi, kebutuhan, dan perdagangan mengakses kepentingan implementasi kejahteraan rakyat inter dan trans-daerah se-antero nusantara.