OPINI

Perspektif Politik “Anies-AHY”

Dalam teks literasi “How Democracies Die” karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, terbuktikan banyak penguasa rezim yunta militer yang sangat ekstrem otoriter, seperti di banyak negara Afrika, Amerika Tengah dan Selatan jatuh dikudeta oleh para pemimpin revolusioner reformasi kemiliterannya oleh kalangan dari level perwira menengah.

Bisakah AHY jika menjadi wakil Presiden dengan kewenangan jabatannya mampu mereformasi TNI yang sudah payah dan parah seperti ini? Tidak saja sebagai penopang oligarki juga pemerintahan sipil yang cenderung otoritarianisme? Meskipun tidak harus dengan kudeta namun secara konstitusional saja? Mengembalikan fungsionalisasinya ke pangkuan kedaulatan rakyat, karena sesungguhnya TNI kita lahir dari rahimnya rakyat? Sehingga, TNI bisa mendampingi dan menjadi pengayom demokrasi menjalankan pemerintahan sipil yang akuntabilitas, kridibel, dan kapabel, serta responsibel yang akan diemban Anies?

Akhirnya, dari simbol-simbol dan sistem nilai-nilainya, kedua pasangan ini akan menganut paham nasionali-religiuisitas. Karena itulah satu-satunya paham yang ada, tidak ada paham lainnya sebagaimana termaktub di dalam Pancasila dan UUD 1945.

Persoalannya, pun hanya tinggal satu terletak pada Anies nantinya. Anies yang telah sukses memimpin Jakarta, adalah sungguh hal yang aneh dan ironis, Anies selalu dimusuhi, dicerca, dimaki bahkan seringkali difitnah tanpa landasan pikiran yang rasional dan jelas.

Anies Baswedan yang memang lahir di Indonesia dan sebagai pribumi Indonesia masih dianggap sebagai keturunan Arab, picisannya disebut sebagai Kadal Gurun (Kadrun). Yang boleh jadi Anies akan banyak disukai dan didukung dari kalangan dan kelompok serta organisasi masyarakat dan politik Islam. Maka, Anies ujung-ujug di stigmatisasi sebagai representator Islam intoleran, radikal dan terorisme. Bahkan, Anies banyak diserbu para buzzer dibuat dan dicetak propaganda politik identitas agar dimunculkan ketakutan masyarakat yang bersifat Islamofobia. Sampai digadang-gadang ada kecenderungan untuk mendirikan negara Islam Kilafah atau NII segala?

Padahal, Anies yang paling taat aturan dan perundang-undangan, takkan mungkin melakukan penyimpangan terhadap UU tertingginya, Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pedoman landasan ideologi Pancasila dan UUD 1945. Tak ada yang lain melandasinya.

Yang sudah pasti stigmatisasi propaganda itu diluncurkan oleh lawan politiknya yang tak mau Anies menjadi Presiden.

Stigmatisasi Islam intoleran, radikal dan terorisme itu sesungguhnya tengah terus-menerus diproduksi oleh mesin politik internasional berasal dari Amerika Serikat dan Israel.

Padahal, kalau juga dipahami dan disadari Islam pun tengah sangat berkembang dengan pesatnya justru yang menjadi pusat jantung kapitalisme-liberal, seperti Eropa dan Amerika Serikat. Makanya, kenapa kok Indonesia yang rakyatnya mayoritas Islam kok ikut-ikutan Islamofobia?

Jika fairness, kita lihat saja nanti di event Pilpres Pebruari 2024 nanti, perspektif ini setidaknya untuk mencari dan berharap bisa ditemukan hikmah dan manfaatnya bagi NKRI kebersatuan dan berkemajuan ke depan. Wallahu’alam Bishawab.

Dairy Sudarman, adalah pemerhati politik dan kebangsaan.

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button