Pinjol itu Lintah Digital, Racun Baru Masyarakat
Belum lagi ulah yang disebut “Pinjol Hantu”, pihak ketiga yang mencuri data peminjam sebagai pinjol begal atau maling yang memaksa membayar padahal yang bersangkutan tidak pernah meminjam.
Ini salah satu contohnya terjadi dari pinjol resmi “Ada Kami“ berlabel legal OJK yang sudah beriklan familiar hari-hari di pelbagai jenis media sampai telah menewaskan satu orang peminjamnya?
Bisa dibayangkan! Apalagi tindakan ancaman kriminal terselubung para pinjol ilegal itu. Para DC yang merasa “di atas angin” menebar “hukum rimba” seenak udel ancaman ketakutan lebih sangat mengerikan kepada para peminjam.
Pinjol dengan istilah keren sebagai usaha bisnis jasa financial technology (fintech) lending itu ihwalnya dilegalkan oleh OJK dengan nomenklatur peraturannya pada 2016.
Alasannya pun sudah membuat cukup miris dikarenakan banyaknya kemunculan pinjol ilegal yang sungguh sudah sangat merugikan dan meresahkan masyarakat.
Lantas, sejak itu OJK terus-menerus melakukan banyak langkah moratorium perbaikan. Tapi apa nyana?
Upaya moratorium itu malah dianggap Pemerintah mempermudah membuka kran air perizinannya. Maka, semakin membanjirlah pinjol-pinjol baru baik yang mensertifikasi ke OJK maupun yang tidak.
Moratorium itu upaya yang hanya akan sia-sia tanpa adanya selama ini pengawasan sanksi berupa tindakan tegas dari otoritas Kominfo, kepolisian dan OJK sendiri.
Rasa-rasanya di tengah-tengah rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap ketiga lembaga otoritas itu, justru akan semakin menyuburkan dan mendigdaya eksistensi para pinjol itu sebagai lintah digital penghisap darah masyarakat.
Yang ironisnya di ruang digital Gadget sebanyak 180 juta sudah dimiliki penduduk dari populasi 270 juta Indonesia tanpa kecuali di desa maupun di kota.
Tengah membuka peluang yang sangat mudah namun berbahaya mencetak budaya baru masyarakat untuk berhutang dengan bunga riba yang jauh-jauh lebih tinggi dari sekedar rentenir konvensional yang dulu pernah ada.