Poligami, Ajaran Islam yang Dibenci Kaum Liberal
Lagi. Poligami menjadi isu hangat dan sasaran tembak opini buruk. Beberapa anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menyatakan kampanye anti poligami memicu mencuatnya kembali isu ini. Selain memang tema poligami ini selalu ramai dibicarakan.
Secara perasaan, tentu perempuan mana yang sanggup menerima belahan jiwanya berbagi hati dengan yang lain. Setelah sekian lama membina rumah tangga. Membangun dari nol. Kini, sang suami meminta izin untuk menikah lagi. Bukan dengan janda tua yang perlu pertolongan. Tapi gadis manis yang lebih cantik. Dan muda tentunya. Sakit. Perih yang tiada terperi.
Itulah memang yang terjadi jika perempuan sudah mengutamakan perasaannya. Terkadang timbangan syariat pun tidak lagi dihiraukan. Ditambah dengan stigma masyarakat tentang seramnya poligami. Praktiknya baik saja masih dicaci apalagi yang buruk.
Lantas siapa yang salah? Mereka akan ramai-ramai menuding Islam sebagai biang keroknya. Syariat poligami yang menyudutkan perempuan. Hanya memuaskan ego laki-laki. Saat ada ustadz memutuskan berpoligami, maka citra buruk akan langsung melekat. Bahkan bisa kehilangan jamaahnya. Tapi anehnya, jika yang berpoligami itu bukan tokoh agama Islam, maka masyarakat seakan adem ayem saja. Tidak terlalu ambil pusing. Jadi sebenarnya apa yang dimusuhi. Poligami atau syariat Islam?
Dalam Islam, poligami itu mubah. Bukan wajib ataupun haram. Justru di sini lah bukti keagungannya. Syariat Islam itu bisa menjadi solusi permasalahan kehidupan. Pada faktanya ada beberapa kondisi ketika poligami menjadi solusi.
Saat si istri sakit sampai tidak bisa memenuhi kewajibannya. Sedangkan suami masih mencintainya. Maka poligami bisa menjadi solusi. Atau saat istri tidak bisa memberikan keturunan.
Kondisi lain ada yang memang hasrat si suami begitu besar dan tidak cukup satu istri. Jika dipaksakan bisa membebani dan membahayakan istrinya. Maka poligami pun bisa jadi solusi.