NUIM HIDAYAT

Pribadi Hebat Menurut Buya Hamka

“Dua puluh ekor kerbau yang sama gemuk, sama kuat, dan sama pula kepandaiannya menarik pedati, tentu harganya tidak jauh berbeda. Akan tetapi duapuluh manusia yang sama tinggi dan sama kuat, belum tentu sama ‘harganya’. Sebab bagi kerbau tubuhnya saja yang berharga. Bagi manusia adalah pribadinya.”

Begitulah Buya Hamka menguraikan kepribadian. Hamka mendefinisikan pribadi sebagai berikut:

“Pertama. Kumpulan sifat dan kelebihan diri yang menunjukkan kelebihan seseorang daripada orang lain sehingga ada manusia besar dan manusia kecil. Ada manusia yang sangat berarti hidupnya dan ada yang tidak berarti sama sekali. Kedatangannya tidak menggenapkan dan kepergiannya tidak mengganjilkan. Kedua. Kumpulan sifat akal budi, kemauan, cita-cita dan bentuk tubuh. Hal itu menyebabkan harga kemanusiaan seseorang berbeda dari yang lain.”

Ulama besar yang diakui dunia ini melanjutkan: “Tinggi rendahnya pribadi seseorang adalah karena usaha hidupnya, caranya berfikir, tepatnya berhitung, jauhnya memandang dan kuatnya semangat diri sendiri. Meneropong suatu pribadi tidak boleh terpengaruh oleh rasa sayang dan benci. Seringkali terjadi baru saja kita bertemu dengan seseorang, lantas kita menyayanginya atau kebalikannya. Padahal belum patut ada hubungan sayang dan benci dalam perkara itu. Memang terkadang kita sayang kepadanya karena keikhlasannya, kemuliaan hatinya, kesetiaan dan keberaniannya. Kita membenci karena dia curang, tidak mengenal kejujuran dan kejujurannya pun tidak pernah pula berkenalan dengan dia, bakhil, benalu, penohok kawan dan penggunting dalam liputan.Akan tetapi terkadang juga kita menyayangi seseorang karena orang itu mau kita perkuda untuk kepentingan kita sendiri. Atau kita membenci bukan karena ia bersalah, hanya karena kita sendiri orang pendengki.” (Lihat buku Pribadi Hebat, Hamka, GIP 2014).

Rasulullah Saw bersabda: “Berbahagialah orang yang mementingkan memerhatikan cela diri sendiri sehingga tidak sempat memerhatikan cela orang lain.” Juga sabda Rasulullah yang sering diungkapkan para ulama: “Siapa yang mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya.”

Hamka juga mengritik keras keadaan masyarakat yang mementingkan diri sendirinya saja. Kata ulama penulis Tafsir Al Azhar ini: “Banyak guru, dokter, hakim, insinyur, dan orang yang memiliki banyak koleksi buku serta diplomanya segulung besar, dalam masyarakat dia menjadi mati sebab dia bukan “orang masyarakat”. Hidupnya hanya mementingkan diri sendiri dan diplomanya hanya untuk mencari harta. Hatinya sudah seperti batu, tidak mempunyai cita-cita selain kesenangan dirinya. Pribadinya tidak kuat, karena ia bergerak bukan karena dorongan jiwa dan akal. Dan kepandaiannya yang banyak seringkali menimbulkan ketakutan, bukan menimbulkan keberanian untuk memasuki dan menjalani hidup.”

Yang menarik, Hamka menyatakan bahwa pribadi yang besar dan kuat, bukan tidak punya kelemahan. Semua manusia punya kelemahan. Sastrawan besar ini menyatakan: “Jangan disangka bahwa pribadi yang besar dan kuat hanya semata-mata memakai sifat yang terpuji saja. Tidak! Bahkan kebalikannya, bertambah besar pribadi seseorang bertambah jelas letak kelemahannya dan kekurangannya. Orang Arab berkata, ”Idzaa tamma syaiun badaa naqshuhu.” Yang berarti bahwa apabila sesuatu telah sempurna, jelaslah kekurangannya.

Hamka juga mengecam orang atau kaum yang membangga-banggakan keturunan. Mengutip syair Ali bin Abi Thalib, penulis buku Tasawuf Modern ini menyatakan:

“Manusia dipandang dari segi tubuh hanya sama

Ayahnya Adam dan Ibunya Hawa

Jika mereka membangga-banggakan keturunan

Keturunannya pun sama, tanah dan air.”

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button