PSBB di Persimpangan Jalan
Setengah hatinya pemerintah ke rakyat sangat terlihat ketika wacana relaksasi dihembuskan, moda transportasi dibuka. Karena pemerintah menginginkan rakyat berjuang sendiri menghidupi ekonominya sekaligus bertahan dari gempuran virus. Selamat datang herd immunity yang tidak manusiawi. Apalagi saat Bu Menteri Keuangan mengatakan ada Rp5.000 triliun yang hilang saat rakyat di rumah saja, artinya tidak ada aktifitas konsumsi (kompas.com, 06/05/2020).
Jargon “Bersama Melawan Corona” ternyata hanya untuk rakyat. Sementara pemerintah berlepas tangan dan sibuk mengamankan kedudukan. Sibuk menghidupi para kapital. Sibuk menambah utang, sibuk impor. Sibuk membahas RUU Omnibus Law, RUU KUHP, RUU Permasyarakatan. Sibuk proyek Ibukota baru. Sibuk memasukkan TKA asing. Sibuk dengan proyek infrastruktur. Dan kesibukan lain yang melalaikan tanggung jawabnya melayani rakyat.
Namun demikianlah watak pemerintahan di sistem kapitalisme. Singgasana yang didukinya adalah hasil perselingkuhannya dengan para kapital. Kapital yang menyediakan berbagai modal untuk penguasa menyumpal mulut rakyat dan memilihnya di pesta demokrasi. Hingga menjadi sebuah keniscayaan jika apapun yang terjadi, haruslah mengutamakan kepentingan para kapital.
Pandemi covid-19 telah membuka topeng penguasa kapitalisme. Kegagalannya menangani wabah disebabkan mendahulukan kepentingan para kapital. Dibebaskan moda transportasi agar sektor transportasi juga pariwisata kembali berjalan. Awal pandemi saja, dana 72 M disediakan untuk influencer mempromosikan pariwisata. Awal PSBB, penerbangan domestik dilarang namun luar negeri diijinkan.
Dana Rp405,1 triliun yang dianggarkan untuk penanganan corona, hanya Rp75 triliun untuk bidang kesehatan dan Rp110 triliun untuk jaring pengamanan sosial. Sementara Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR dan Rp150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional (liputan6.com, 01/04/2020). Jaring pengaman sosial berupa Bansos, BLT dan Kartu Prakerja, masih sekedar “yang penting ada” ketimbang menakar sisi kemanusiaan. Cukupkah hanya dengan Rp600.000/bulan? Apalagi jika satu keluarga terdiri dari 6 orang dan tinggal di rumah kontrakan, cukupkan 600k itu?
Sungguh, kondisi penguasa seperti ini telah disebutkan Rasulullah saw. dalam hadits beliau: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).
Seharusnya, pandemi covid-19 menjadi momentum untuk kita mengakhiri sistem kapitalisme. Sistem yang mencetak penguasa ruwaibidhah. Penguasa yang setengah hati melayani rakyatnya namun full heart pada para kapital. Penguasa yang berpikir untung rugi dalam melayani rakyatnya.
Pandemi covid-19 ini menyadarkan kita akan kebutuhan pada penerapan syariat Islam kaffah. Hanya dengan syariat Islam kaffah, bencana sebesar apapun akan terselesaikan dengan baik dan manusiawi serta penuh keberkahan. Sebagaimana janji Allah dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 96. Wallahu a’lam []
Mahrita Julia Hapsari, M.Pd
(Praktisi Pendidikan)