Ramadhan, Momentum Tobat dan Taat
Bertobat menjadi bukti keimanan dan juga kelemahan seorang hamba. Seorang Muslim beriman tentunya tidak hanya di lisan tapi juga dibuktikan dengan taat pada syariat-Nya. Taat mengantarkan diri menjadi hamba bertakwa. Hamba yang senantiasa tunduk dan patuh terhadap segala perintah-Nya, serta menjauhi segala larang-Nya.
Ketaatan dan ketakwaan ini semestinya tidak hanya diwujudkan dalam lingkup individu saja. Namun juga diwujudkan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Maka, sungguh tepat menjadikan Ramadan tahun ini menjadi momentum untuk bertobat kolektif untuk kembali pada syariat-Nya.
Bertobat dan kembali taat pada syariat-Nya tidak hanya mengantarkan pada solusi tuntas krisis multidimensi dan pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Namun juga, mengantarkan berkah dan rahmat bagi umat manusia. Sebagaimana firman Allah Swt, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS. Al-A’raf [7]: 96).
Ketaatan ini niscaya akan terwujud sempurna ketika syariat-Nya diterapkan secara kaffah dalam institusi negara. Bukan sebaliknya, dengan terus-menerus menerapkan sistem rusak sekularisme dan kapitalisme yang mengundang azab.
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (TQS. Az-Zumar [39]:53-54).
Wallahu’alam bishshawwab.
Jannatu Naflah
Pengajar dan Pemerhati Sosial Masyarakat