SUARA PEMBACA

RUU Larangan Minol Digulirkan, Siapa Dirugikan?

RUU Larangan Minol semakin tampak membuktikan, bahwa mustahil lahir produk hukum berdasarkan syariah melalui proses legislasi demokrasi. Sebab dalam naungan demokrasi, standar perbuatan manusia bukan lagi halal dan haram, tapi untung dan rugi. Aturan minuman beralkohol pun tak luput jadi ajang perdebatan. Padahal telah jelas dalam pandangan Islam, bahwa minuman beralkohol merupakan barang haram.

Pesimis rasanya meraih keadilan dan ketertiban dalam naungan demokrasi. Sistem yang lahir dari rahim sekularisme ini, telah nyata meminggirkan bahkan menihilkan aturan agama dalam kehidupan rakyatnya. Padahal beragama dan menerapkan aturan agama secara komprehensif menjadi fitrah dalam diri manusia. Alhasil, alih-alih menciptakan ketertiban dan ketenangan dalam masyarakat, demokrasi justru menjadi biang kerusakan dan merusak. Jelas demokrasi bukan sistem sahih untuk mewujudkan kemaslahatan umat.

Paradigma Islam tentu berbeda dalam menyelesaikan problematika umat. Dalam pandangan Islam, kedaulatan berada di tangan syara’. Ini berarti hanya aturan dan hukum dari Allah SWT. saja yang wajib diterapkan dan ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan rakyat. Sedangkan penguasa berkewajiban menjadi pelaksana dalam menerapkan hukum Allah SWT. di tengah rakyat.

Sementara itu, produk hukum yang dihasilkan dalam sistem Islam jelas bersumber dari aqidah Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sumber yang pasti kebenarannya yang berasal dari Allah SWT. yang Maha Pencipta dan Maha Pembuat Aturan, Al-Khaliq Al-Mudabbir. Tak ayal, konflik dan polemik berkepanjangan tanpa akhir, mustahil muncul dari sistem yang mulia ini.

Keberadaan khalifah akan menghilangkan segala bentuk perbedaan pendapat dan konflik di tengah masyarakat, sebab aturan yang diambilnya bersumber dan digali dari syariat. Apatah lagi dalam hal yang jelas dalil dan hukumnya. Termasuk dalam perkara minuman beralkohol, yang mana Allah SWT. jelas berfirman, “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan dari salat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu). (TQS. Al-Maidah [5]: 91).

Larangan meminum khamr dan setiap yang memabukkan juga terdapat dalam hadis, “Dan setiap khamr haram dan setiap yang memabukkan adalah haram.” (HR. Muslim).

Larangan ini sejatinya menjadi benteng untuk menjaga agama, akal, jiwa, harta dan raga seluruh umat manusia. Buah manis dari diterapkannya aturan Islam secara kafah oleh penguasa.

Jelas, mustahil mewujudkan aturan dan hukum Islam secara kafah dalam naungan demokrasi. Demokrasi hanya menjadi biang kerusakan dan konflik kepentingan di tengah umat. Alih-alih membawa maslahat, justru membuat rakyat terus dirugikan. Hanya dalam naungan Islam dalam bingkai khilafah saja, seluruh aturan Islam diterapkan secara kafah tanpa terkecuali. Menjaga agama, akal, jiwa, harta dan raga seluruh umat manusia. Mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian.” (TQS. Al-Isra [17]: 82).

Wallahu’alam bishshawwab.

Jannatu Naflah
Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi Islam

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button