Ruwaibidhah: Saat Orang Bodoh Mengurusi Urusan Umat
Selain Hadits tersebut di atas, terdapat Hadits lain yang berbicara hal ini, sehingga menurut kajian penulis, dengan melihat beberapa jalur yang ada, maka Hadits yang berbicara tentang hal ini dapat dikategorikan sebagai Hadits hasan li–ghairihi (Hasan karena dukungan dari jalur lain). Hal senada dikemukakan oleh kritikus Hadits, Syu’aib Al-Arnauth, dalam Ta’liq Musnad Ahmad no. 7912, yang menilai riwayat Ibnu Majah sebagai Hadits hasan, pun Ibnu Hajar al-Asqalani mengomentari sanadnya dengan jayyid (bagus).
Bahkan kritikus Hadits lain, Nashirudin al-Albani, men-shahih-kan riwayat Ibnu Majah sebagaimana termaktub dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibni Majah no. 4036. Maka, Hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil-argumentasi. Terlebih lagi, hal yang dibicarakan terkait dengan pesan moral dan perintah menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela.
Penjelasan Isi-kandungan Hadits:
Imam Al-Suyuthi menjelaskan, maksud dari kata al-khada’ dalam Hadits di atas adalah “Al-Khadda’ al-makru wa al-hilatu, wa idhafatu al-khadda’ ila as-sanawat majaziyah wal–muradu ahlu as-sanawati” (Al Khadda’ artinya makar dan muslihat. Dikaitkannya Al Khadda’ kepada al-sanawat (tahun-tahun) merupakan bentuk kiasan/majas, maksudnya adalah orang yang hidup di tahun-tahun tersebut) (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/292).
Sedang kata al–ruwaibidhah, merupakan bentuk tashghir (pengecilan) dari al-rabidh yang berarti berlutut. Lalu kata al–rabidh yang makna aslinya berlutut, dipinjam penggunaannya (isti’arah) menjadi makna yang lain, yaitu posisi rendah (inferior). Seolah-olah menggambarkan orang yang berlutut itu sebagai orang yang rendah kemampuan dan keilmuannya, namun banyak berbicara dan mengeluarkan statement tanpa didasari oleh ilmu yang memadai dan dipandang baik oleh para pengagumnya, sehingga memiliki pengaruh dan dampak yang luas.
Lebih lanjut, Imam Al-Suyuthi menyatakan “Qauluhu wa yanthiqu fiha al-ruwaibidhah tafsiruhu ma marra min Haditsi Anas’; qulna ya Rasulallah ma zhahara fi al-umami qablana? qala al-malaku fi shigharikum wa al-fakhisyatu fi kibarikum wa al-‘ilmu fi rizdalatikum wa al-rajulu al-tafahu al-radzilu wa al-haqiru. Wa al-ruwaibidhah tasghiru rabidhah wahuwa al-‘ajizu allladzi rabadha ‘an ma’ali al-umuri wa qa’ada ‘an thalabiha”, (Sabdanya “Dan ar-ruwaibidhah berbicara”, penjelasannya adalah seperti yang disebutkan dalam hadits Anas:
“Kami berkata; Wahai Rasulullah, apa yang nampak dari umat-umat sebelum kita?” Beliau bersabda: “Raja (pemimpin)-nya justru datang dari orang kecil di antara kamu, para pelaku kekejian justru adalah orang-orang besar kalian, dan ilmu justru ada pada orang jahat dan hinanya kalian (al-rajul al-tafih). Al-Ruwaibidhah adalah bentuk tasghir (pengecilan) dari rabidhah, yaitu orang yang lemah, yang berlutut pada orang-orang mulia yang memahami urusan, lalu dia duduk untuk mendapatkan sesuatu darinya). (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/292).
Penjelasan di atas menegaskan bahwa hadits ini memberikan informasi beberapa hal: