Sayyid Qutb dan Buya Hamka: Dari Penjara Lahir Karya Mulia
Di Amerika, Qutb mendengarnya syahidnya Hasan al-Banna dan hatinya “membara”, marah ketika melihat banyak tokoh masyarakat di sana yang bergembira dengan meninggalnya al-Banna. Sekembalinya dari Amerika, Qutb bergabung dengan Ikhwanul Muslimin. Saat itu ia memegang sebagai Ketua Seksi Penyebaran Dakwah dan Pemimpin Redaksi Koran Al-Ikhwan al-Muslimun.
Dua tahun kemudian, tepatnya November 1954, Qutb ditangkap oleh Nasser bersamaan dengan penangkapan besar-besaran pemimpin Ikhwan. Quthb bersama kawan-kawannya dituduh bersekongkol untuk membunuh Nasser (subversif), melakukan kegiatan agitasi antipemerintah dan lain-lain serta dijatuhi hukuman lima belas tahun “kerja keras” (penjara-pent. )
Selama dipenjarakan, ia merevisi tiga belas juz pertama tafsir Qur`an-nya dan menulis beberapa buah buku, termasuk Hadzad Diin (Inilah Islam) dan Al-Mustaqbal Hadzad Diin (Masa Depan di Tangan Islam). Sebelumnya, Quthb berhasil menerbitkan 16 juz dari Tafsir Zhilal sebelum ia dipenjara.
Sesudah sepuluh tahun menjalani hukumannya, Qutb dibebaskan dari penjara oleh Nasser karena campur tangan pribadi presiden Irak, Abdul Salam Arif. Siksaan fisik dan mental kepada para anggota-anggota Ikhwan, meninggalkan bekas yang mendalam kepadanya. Setelah bebas, ia menulis buku Maalim fith-Thariq dan mengakibatkan ia ditangkap lagi pada tahun 1965.
Pemerintah Mesir tidak hanya terkesima dengan kepemimpinan Quthb yang melegenda, tetapi juga dengan kedalaman dukungan masyarakat akar rumput atas perjuangannya. Mereka ini kebanyakan bukanlah petani atau masyarakat rural (pedusunan) yang rawan terhadap simbolisme keagamaan. Dari ribuan anggota Ikhwanul Muslimin yang ditahan, banyak di antara mereka adalah ahli hukum, ilmuwan, gurubesar universitas, guru sekolah, dan mahasiswa. Quthb dipandang begitu berbahaya bagi tatanan politik Nasseris, sehingga meskipun menghadapi banjir imbauan untuk pengampunannya, hukuman mati tetap dilaksanakan juga oleh pemerintah Mesir.
Tahun 1965, Qutb bersama Ikhwanul Muslimin dituduh Gamal Abdul Nasser berkonspirasi menjatuhkan kekuasaannya. Pengumuman itu disampaikan Nasser ketika di Moskow. Atas pengumuman Nasser itu, aparat negara dan kepolisian melakukan penangkapan terhadap Quthb dan aktivis-aktivis Ikhwanul Muslimin lainnya, juga teman-teman kenalan dan kerabat-kerabat mereka. Quthb ditangkap pertama kali dan kemudian dijatuhi hukuman mati.
Akhirnya, pada Ahad sore, 28 Agustus 1966, bertepatan dengan 12 Jumadi Ats-Tsaniyah 1386, seminggu setelah dikeluarkannya putusan hukuman eksekusi, seluruh pimpinan redaksi media massa dihubungi melalui sambungan telepon dari kantor Sami Syaraf, Sekretaris Gamal Abdul Nasser bidang penerangan. Sekretaris itu mengeluarkan berita kepada media massa, “Pagi ini telah selesai pelaksanaan eksekusi terhadap Sayyid Qutb, Abdul Fattah Ismail, dan Muhammad Yusuf Hawwasy!”
Peristiwa eksekusi Qutb oleh Nasser ini, mengagetkan masyarakat dan dunia Islam. Karena sebelumnya hubungan antara Qutb dan Nasser adalah cukup dekat, terutama ketika menjelang berlangsungnya revolusi Agustus 1952. Beberapa hari menjelang Revolusi Mesir itu, Nasser berkunjung ke rumah Qutb. Ketika Revolusi meletus, Qutb adalah orang yang dihormati oleh para pemimpin revolusi. Media massa di Mesir saat itu banyak menampilkan gambar Qutb yang berdampingan dengan Muhammad Najib dan Gamal Abdul Nasser.
Abdullah Azzam dalam bukunya As-Syahid Sayyid Qutb, menceritakan bahwa beberapa hari setelah revolusi itu, Quthb diminta untuk menyampaikan pidato di depan ribuan manusia. Termasuk yang hadir adalah wakil negara-negara Arab Muslim yang ada di Mesir, para politisi, para sastrawan, pemikir, ahli hukum, dan para guru besar dari berbagai perguruan tinggi dan akademisi. Dalam pidato itu, di antaranya Qutb menyatakan, “Sekarang revolusi betul-betul telah dimulai. Akan tetapi, kita tidak boleh menyanjung-nyanjungnya, sebab dia belum memberikan sesuatu yang berarti. Diturunkannya Raja Fuad bukanlah tujuan revolusi ini. Akan tetapi, tujuannya adalah mengembalikan negeri ini kepada Islam…Pada masa kerajaan saya selalu siap untuk dipenjarakan setiap saat, dan perkembangan hari ini pun belum menjamin keamanan diri saya. Pada saat ini, saya selalu siap untuk dijebloskan ke dalam penjara atau bahkan dipenjara lebih dari yang ada sebelumnya.”
Menyambut pernyataan Qutb itu, Nasser kemudian berpidato, “Saudaraku Sayyid Qutb, demi Allah, mereka tidak akan bisa mengganggumu kecuali harus melewati mayat kami. Kami berikan janji kami dengan nama Allah. Bahkan kami ulangi janji kami, bahwa kami akan menjadi pembela-pembelamu hingga akhir hayat kami.”
Ternyata Nasser tidak menepati janjinya. Ia menangkap Qutb, bahkan menghukumnya mati.
Setelah bersama-sama berhasil dalam revolusi 1952 itu, sebelumnya Quthb pernah ditunjuk pemerintah Nasser sebagai Penasihat Dewan Pimpinan Revolusi untuk urusan kebudayaan dan dalam negeri. Jabatan ini dipangkunya beberapa bulan saja. Selain itu, Quthb juga pernah ditawari sebagai Menteri Pendidikan Mesir dan Direktur Umum Penerangan, tetapi ia menolaknya. Akhirnya, Quthb menerima jabatan Sekretaris Jenderal Liga Pembebasan (Hai’at at-Tahrir), sebuah jabatan strategis karena ia menyangkut penentuan kebijaksanaan politik Mesir. Tetapi jabatan ini hanya dipegangnya selama beberapa bulan.