EDITORIAL

Sekarang Musuh Sila Ketuhanan YME itu Bukan Komunisme, tapi Intoleransi

Upaya sekulerisasi Pancasila nampaknya tidak akan pernah berhenti. Bahkan kini menuju titik membahayakan. Menghadapkan agama (baca: Islam) dan sekaligus kelompok keagamaan dengan Pancasila.

Nampaknya, pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi yang menghebohkan umat beragama seantero negeri beberapa waktu lalu tidak selesai begitu saja. Belum ada koreksi, malah kian menjadi. Bukan hanya BPIP, MPR pun sekarang sudah terimbas.

Seperti dilansir Kantor Berita ANTARA, Selasa 10 Maret 2020, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, saat ini ada lima musuh utama Pancasila yang harus diwaspadai. Pernyataan ini disampaikan Bamsoet usai menerima pimpinan BPIP di Gedung MPR RI.

Pertama, kata Bamsoet, intoleransi yang tidak sejalan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa; Kedua, pelanggaran HAM serta penegakan hukum yang tidak sesuai dengan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Ketiga, kata dia, disintegrasi yang berlawanan dengan sila Persatuan Indonesia; Keempat, liberalisasi demokrasi yang bertentangan dengan sila keempat Pancasila, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan kelima, kemiskinan dan kesenjangan sosial yang bertolak belakang dengan sila kKeadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dari lima musuh Pancasila yang disebut Bamsoet itu, pada hematnya, yang paling kontroversial dan potensial menimbulkan polemik adalah penyebutan “intoleransi” sebagai musuh sila pertama Pancasila.


Esensi sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tauhid. Endang Saifuddin Anshari, dalam bukunya “Piagam Jakarta 22 Juni 1945”, dalam Maklumat ke-12 berjudul “Pancasila Pembukaan UUD 1945: Di Dalam Renungan”, menuliskan, “Paham keesaan Tuhan yang paling konsekuen adalah paham dan ajaran tauhid dalam akidah Islam.”

Habib Rizieq Syihab, dalam artikelnya “Undang-Undang Dasar 1945” mengatakan, sila pertama Pancasila wajib ditafsirkan dengan ajaran Islam yang paling mendasar, yakni tauhid Pengesaan Allah SWT. Sila pertama Pancasila itu menjadi ikrar negara untuk menjalankan aturan dan hukum Allah SWT sebagai Tuhan YME.

Barangsiapa yang menyebarkan pemahaman yang bertentangan dengan nilai Ketuhanan YME, maka ia adalah musuh Pancasila. Artinya, pemahaman yang bertentangan dengan nilai Ketuhanan YME, seperti Atheisme, Komunisme, Marxisme, Leninisme, demikian pula dengan sekulerisme, pluralisme dan liberalisme harusnya dilarang di Indonesia. Sebab semuanya bertentangan dengan ajaran tauhid.

Secara aturan, Partai Komunis Indonesia (PKI) telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang menurut TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966. Sekaligus menetapkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai paham terlarang. Selanjutnya, larangan ini diperkuat dalam penjelasan Pasal 59 ayat 4 huruf c UU No. 16 Tahun 2017.

Jadi, yang sejatinya menjadi musuh Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa, secara resmi disebut dengan jelas dan tanpa penafsiran macam-macam adalah paham-paham di atas. Sementara ‘intoleransi’ tidak disebutkan.

Menyebutkan ‘intoleransi’ sebagai musuh sila Ketuhanan YME tentu saja bermasalah. Sebab kata ini sejatinya hanyalah stigma negatif belaka. Sama dengan ekstremisme atau radikalisme, meminjam istilah mantan Perdana Menteri Allahyarham Mohammad Natsir, istilah itu mengalami pergeseran dari istilah akademik menjadi istilah politik dan dikembangkan sebagai instrumen politik.

Jika radikalisme adalah istilah yang disematkan untuk kelompok Islam yang ingin menerapkan syariat Islam kaffah dan biasanya kelompok itu berafliasi secara global, maka intoleran disematkan untuk kelompok-kelompok Islam lokal yang melakukan aksi-aksi amar ma’ruf nahi munkar.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button