Seruan dari Seorang Muslim Uighur kepada Umat Islam
Fakta ini terungkap dari kesaksian seorang ayah yang anaknya diculik pernah menyaksikan anaknya dalam sebuah video beberapa tahun selanjutnya.
Hal yang sama juga dialami oleh keluarga yang memiliki anak di luar negeri. Mereka dilarang untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya. Tindakan ini merupakan tindakan kriminal. Orang-orang yang melanggar aturan ini telah dipenjara. Ini alasan mengapa ibu saya menasihati saya agar tidak menghubunginya lagi ketika saya berkomunikasi dengannya pada April 2017.
Sejak itu, 25 April 2017, saya tidak pernah mendengar kabar apapun dari ayah dan ibu saya. Sama halnya dengan ribuan diaspora Uyghur, saya bahwa tidak bisa memastikan apakah orang tua saya masih hidup atau tidak.
Seperti yang Anda ketahui, ciri utama sebuah wilayah merupakan negeri Muslim adalah keberadaan masjid, kubah-kubah yang menghiasi masjid, dan adzan yang berkumandang dari kubah-kubah ini. Ketiga ciri utama ini telah dihapuskan oleh rezim Komunis China dari Turkistan Timur.
Menurut sebuah laporan independen, diperkirakan ada 16,000 masjid di Turkistan Timur yang menjadi target rezim Komunis China. Setiap masjid ini telah rusak, dan telah dihancurkan. Pemakaman juga dihancurkan. Beberapa masjid bersejarah di pusat kota juga telah diganti fungsinya menjadi pusat hiburan dan bar. Di masjid-masjid yang masih dibiarkan beroperasi, adzan tidak diperbolehkan dikumandangkan.
Semua hal itu dilakukan karena rezim Komunis China menganggap bahwa meyakini agama Islam adalah sebuah tindakan kriminal, bahkan dianggap sebagai musuh. Oleh karena itu, rezim Komunis China secara terang-terangan menyatakan perang terhadap Islam dan ingin memenangi peperangan ini di Turkistan Timur.
Rezim Komunis China juga menghapuskan ayat-ayat Al-Qur’an dari masjid-masjid di Turkistan Timur, lalu menggantinya dengan pernyataan-pernyataan propaganda Komunis. Pembakaran Al-Qur’an dan penghancuran kubah masjid merupakan bukti pernyataan perang rezim China terhadap Islam.
Setelah memperhatikan praktik genosida dan penindasan ini, kita patut bertanya “mengapa“. Ada dua jawaban; Pertama, tujuan utama adalah “Sinifikasi“ Turkistan Timur dan Kedua adalah kepentingan ekonomi dan diplomatik.
Berkaitan dengan tujuan pertama, kita bisa saksikan dari kebijakan rezim Komunis China yang secara sistematis telah menghancurkan identitas agama dan budaya Muslim Uighur sejak 1949. Hal ini dilakukan dengan cara menutup seluruh sekolah Islam dan menghapus kurikulum agama di sekolah pemerintah.
Penduduk Turkistan Timur sadar bahwa cara terbaik untuk menjaga identitas mereka adalah melalui pendidikan agama terhadap anak-anaknya. Oleh karena itu, ketika madrasah-madrasah ditutup, warga Uighur melakukan pendidikan agama di rumah-rumah mereka.
Al-Qur’an dan Hadis dipelajari secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah warga. Usaha-usaha untuk melestarikan identitas keIslaman merupakan ancaman bagi rezim Komunis China, meskipun mereka sudah menjalankan propaganda sistematis untuk membentuk ulang kehidupan di Turkistan Timur.
Inilah yang menjadi alasan, sejak 2014, rezim Komunis China mengirimkan orang China Han untuk tinggal bersama keluarga Muslim Uyghur. Mereka berdalih bahwa kebijakan ini ditujukan agar China Han berbaur dengan Muslim Uighur. Namun, tujuan sebenarnya adalah untuk memata-matai kehidupan warga Uighur, sehingga usaha untuk mengajarkan agama Islam di rumah-rumah sulit untuk dilakukan.