Setahun Tertawa Menangis bersama Corona
Sejak kemunculannya di Wuhan, China, pada akhir November 2019 lalu, Covid-19 telah menjadi pandemi bagi seluruh negara di dunia. Perkembangan terakhir, Covid di Inggris bahkan telah bermutasi menjadi lebih ganas dan siap menyebar ke seluruh dunia.
Maret 2021 telah menghampiri. Artinya, telah 12 purnama corona virus atau covid-19 membersamai manusia di seluruh dunia. Suka duka, tertawa menangis, mengiringi hadirnya covid di setiap negara. Demikian pula dengan Indonesia. Bagaimana perjalanan virus Covid di Indonesia?
Tertawa bersama Corona
Tertawa adalah suatu sikap yang ditunjukkan manusia sebagai reaksi pada sesuatu yang lucu. Tertawa juga bisa sebagai ekspresi menahan geregetan.
Mengingat awal kemunculannya di +62, para penguasa negeri ini ramai berteori. Teori yang mengundang tawa dan terasa bagai dogma. Upaya para penguasa menenangkan rakyat dalam menghadapi si Covid, bisa terbilang cukup unik dan bikin dongkol.
Virus covid tak bisa berjalan-jalan sendiri tanpa ada inang yang membawanya. Jadi, mobilitas manusia berperan banyak dalam penyebarannya. Itu pun melalui batuk dan bersin. Untuk itu, beberapa negara sudah menutup pintu perbatasan juga bandara demi mencegah si virus Covid masuk bersama WNA.
Berbeda dengan Indonesia. Pemerintah justru menggelontorkan dana 72 milyar rupiah untuk membiayai influencer. Para influencer ini gencar melakukan promosi agar para wisatawan asing masuk. Kesempatan bagi Indonesia untuk menarik banyak turis mancanegara di saat negara lain lockdown, demikian pikir penguasa negeri.
Dan untuk meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja, ada yang berseloroh: kita kuat karena rajin makan nasi kucing. Belakangan, si pejabat ini terinfeksi virus Covid-19. Ada lagi yang komentar, rajin berdoa menjadi penangkal masuknya virus ke Indonesia. Lalu, ada yang bilang cuaca Indonesia tak cocok untuk virus. Akhir Februari 2020, hati tersenyum was-was membaca semua komentar pejabat.
Awal Maret 2020, orang nomor satu RI mengumumkan tiga WNI sudah terpapar virus corona. Gemparlah bumi khatulistiwa. Panic buying, masker dan hand sanitizer langka, harganya melonjak tajam. Hingga muncul pernyataan dari pejabat kesehatan: “yang sehat tak perlu pakai masker”. Eh sekarang, yang tak memakai masker malah didenda. Senyum lagi untuk mengenangnya.
Grafik Covid semain menanjak. Upaya membatasi mobilitas pun dilakukan oleh pemerintah. Tapi lucunya, ada larangan mudik namun pulang kampung dibolehkan. Padahal menurut kamus KBBI, mudik adalah pulang ke kampung halaman. Senyum lagi.
Upaya PSBB tak signifikan, awalnya menyatakan perang melawan Corona. Akhirnya menyerah dengan menyatakan: “corona seperti istri, tak bisa ditaklukkan”. Andai yang bicara adalah rakyat biasa, takkan berpengaruh pada siapapun. Sayangnya, lagi-lagi terlontar dari mulut pejabat publik. Antara senyum dan rasa pesimis pun mendera rakyat.
Ada lagi yang lucu dan memiriskan hati. Impor masker dan APD dari China, ternyata made in Indonesia. Larangan masuk untuk WNA, ternyata TKA China tetap diizinkan. Masjid ditutup tapi mal dan kelab malam dibuka. Sekolah dirumahkan tapi pelajar berkumpul di cafe dan tempat wisata. Senyum ironis.