Siapa Plonga-plongo?
Rakyat Menjerit
Tak ada hujan tak ada angin, juga tak ada rencana dan janji dalam kampanye Pilpres lalu, Presiden Jokowi tiba-tiba mengumumkan rencana pemindahan ibu kota negara. Bahkan untuk membangun ibu kota baru di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur itu, dianggarkan dana Rp466 triliun.
Apakah pemerintah sedang kebanyakan duit, sehingga berencana memindah ibu kota? Jawabnya, tidak. APBN 2019 dalam kondisi defisit.
“Defisit APBN hingga akhir Juli 2019 sebesar Rp183,7 triliun. Angka itu setara dengan 1,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Apakah pemerintah sedang tidak punya utang?. Jawabnya juga tidak. Menurut data Kementerian Keuangan, utang pemerintah hingga akhir Juli 2019 mencapai Rp4.603,62 triliun. Angka ini naik Rp346 triliun dalam setahun.
Lalu, apakah rakyat Indonesia dalam kondisi telah makmur, tentram dan bahagia karena kebutuhan-kebutuhan mereka terpenuhi?. Apalagi ini, jawabannya sudah pasti belum.
Pasalnya, usai diumumkan memenangkan Pilpres 2019, Jokowi malah membuat kebijakan yang membuat pendukunnya gigit jari. Ya, Jokowi menghadiahi kenaikan 100 persen iuran BPJS Kesehatan. Kelas I naik menjadi Rp160 ribu, Kelas II naik menjadi Rp110 ribu, sedangkan Kelas III rencana kenaikannya ditolak DPR.
Jadi siapa yang plonga-plongo?
Negara Gagal
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didirikan untuk melaksanakan empat fungsi: (1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) Memajukan kesejahteraan umum, (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (5) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Demikian yang termaktub dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Pertanyaannya, dengan terjadinya sejumlah tragedi di beberapa daerah apa fungsi-fungsi itu sudah dijalankan?
Rakyat tidak terlindungi, rakyat belum juga sejahtera bahkan sebagian terus menderita, pendikan berkualitas belum bisa dinikmati semua kalangan, apalagi turut dalam melaksanakan ketertiban dunia?. Wong selama lima tahun menjabat sebagai presiden, lima kali pula absen menghadiri Sidang Umum Tahunan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York. Karena selalu absen, kata Pak JK, kepala-kepala negara lain sampai menanyakan kepada dirinya, ‘mana Pak Joko?’
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin adalah salah satu tokoh Islam yang bereaksi cukup keras atas tragedi kemanusiaan di Wamena dan tertembaknya kader IMM di Kendari.
Din berkesimpulan, tragedi di Wamena tidak terlepas dari peristiwa di Papua sejak beberapa waktu lalu berupa aksi unjuk rasa di Sorong, Manokwari, Jayapura, dan tempat-tempat lain bahkan Ibu kota Jakarta yang memprotes ketidakadilan dan bahkan menuntut kemerdekaan.
Mantan Ketua Umum Muhammadiyah ini mengatakan, seyogyanya gerakan protes itu sudah bisa diatasi dan diantisipasi, dan terutama faktor picunya di Surabaya berupa penghinaan terhadap orang Papua sudah harus cepat ditindak tegas.
“Tapi, kita menyesalkan respon aparat keamanan dan penegakan hukum sangat lamban dan tidak adil,” ungkap Din.