Sudahkah Kita Merdeka?
Pertanyaan yang kerap dilontarkan oleh rakyat, beberapa hari ke depan Negara Republik Indonesia akan merayakan hari kemerdekaan yang ke 74 tahun, pencapaian apa yang telah diraih oleh Indonesia di umur yang sangat matang ini?.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merdeka adalah bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa.
Dilansir oleh (katadata.co.id /13/10/2018) sekretaris Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan inpres terhadap ekonomi Indonesia yang fundamental, dilihat dari Ease of doing Business, Indonesia dari peringkat 102 menjadi 72, kemudian menganggap bahwa berinvestasi di Indonesia sangat aman.
Selain itu, pencapaian yang diraih Indonesia yakni pelayanan kesehatan, percepatan penurunan tingkat kemiskinan untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia mencapai single digit sejumlah 9.82 % (m.tribunnews.com/9/2/2019), pertumbuhan ekonomi naik menjadi 5.27 %, inflasi turun mencapai -0.18% serta pemberantasan korupsi di kalangan pemerintahan dan penguasa (m.liputan6.co/ 20/11/2018).
Apabila melihat pencapaian yang telah diraih oleh Indonesia saat ini, ada satu hal yang kita harus sadari bahwa hal tersebut sangat bertentangan dengan fakta yang ada. Jika, perekonomian Indonesia dikatakan baik, padahal faktanya utang luar negeri malah melambung tinggi. Terjadi kenaikan mencapai 5.366 triliun atau US$ 383.3 miliar dolar. Utang Indonesia secara keseluruhan naik 77 triliun (Idntimes.com/13/4/2019). Utang yang melilit mengakibatkan kesejahteraan menjadi utopis bagi rakyat.
Disamping tingginya impor dari luar negeri mengakibatkan harga pangan melonjak bahkan para pekerja dan buruh harus menelan pil pahit merelakan mata pencahariannya gulung tikar dan terkena PHK.
Seperti pemaparan di atas mengenai pencapaian penurunan kemiskinan dan pengangguran hanya sebatas data ilusi, buktinya masih banyak rakyat merasakan kesengsaraan akibat tuntutan hidup yang semakin berat.
Kemiskinan dan ketidaksejahteraan menjadi bukti bahwa negara seolah lepas tangan, alih-alih membantu rakyat untuk memberikan lapangan kerja, malah diberikan kepada asing dan aseng. Tak terhitung lagi berapa aset negara yang dikelola dan dimiliki oleh asing dan aseng. Sebut saja tambang emas, batu bara, nikel, besi, tembaga, kelapa sawit, dan lain-lain. Tetapi lucunya pemerintah menganggap itu bukanlah suatu permasalahan ataupun ancaman dengan dalih hal tersebut bentuk dari investasi yang akan menguntungkan negara. Mereka lupa di sistem kapitalis liberal saat ini tidak ada makan siang gratis.