Sulitnya Menjadi Pemimpin yang Adil

Dalam Al-Qur’an, konsep keadilan tidak semata-mata adil terhadap makhluk. Tapi juga adil dalam penghormatan terhadap Yang Maha Mencipta (Allah). Karena itu menyekutukan Allah –mengagung-agungkan harta, jabatan, pangkat, setan dll- adalah kezaliman yang besar. “Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang besar` kata Al-Qur’an.” (lihat QS Luqman 13).
Adil adalah fitrah bagi manusia. Setiap manusia yang normal suka pada keadilan dan benci pada kezaliman. Mereka yang berbuat tidak adil/zalim, pasti dimusuhi manusia. Yang bersekutu dengan orang zalim adalah orang-orang zalim juga (kegelapan bersekutu dengan kegelapan).
Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al Maidah 8)
Al-Qur’an dengan bahasa sastranya yang tinggi menyatakan orang yang benci pada suatu kaum, biasanya tidak bisa berlaku adil kepadanya. Al-Qur’an menyatakan jangan begitu, tetaplah kamu bersikap adil meski kepada kaum yang kamu benci. Yang menarik, diceritakan dalam sejarah, bagaimana Sayidina Ali tidak mau memberikan keputusan pengadilan setelah mukanya diludahi terdakwa. Pemimpin yang hebat khawatir ia tidak berlaku adil saat itu.
Dalam ayat di atas juga dikatakan bahwa adil dekat dengan takwa. Maknanya keadilan itu membawa ketakwaan atau sebaliknya ketakwaan membawa keadilan. Maka para ulama menyatakan orang yang sering maksiyat atau sering melakukan dosa besar cenderung melakukan kezaliman. Disitulah pernyataan ahli hikmah menjadi penting : kezaliman (kejahatan) akan berkelindan dengan kezaliman lainnya.
Al-Qur’an juga menegaskan bahwa sikap adil ini harus diterapkan kepada siapapun. Termasuk diri sendiri, keluarga atau kerabat. Dalam dunia nyata kita saksikan kebanyakan pemimpin tidak dapat mengerem keluarga atau kerabatnya terhadap harta negara (harta rakyat). Al-Qur’an dengan sentuhan bahasa yang sangat halus menyatakan,
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan. Menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri, ibu bapak, maupun kaum kerabatmu. Jika dia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (fakta/kalimat) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Mengetahui terhadap segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa’ 135)
Meski jadi pemimpin yang adil itu sulit, tapi ia bisa dilatih. Seseorang yang dalam kesehariannya menjaga dirinya dari maksiat dan mempunyai bakat memimpin, berpotensi jadi pemimpin yang adil. Orang yang senang bergelimang dalam dosa besar, tidak bisa menjadi pemimpin yang adil. Bagaimana dia mau menjadi pemimpin yang adil, sementara dirinya sendiri dalam kegelapan karena banyak maksiyat kepada Allah?
Semoga Allah memberikan kita pemimpin yang adil, baik untuk Indonesia maupun dunia. Dan semoga Allah manjauhkan kita dari pemimpin yang zalim yang tingkahlakunya merusak masyarakat.
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat Kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil Pelajaran.” (QS. Nahl 90)
Allah SWT menyebut Al-Qur’an adalah firman Allah yang benar dan adil. Maka tidak ada buku atau jurnal yang bisa menanding Al-Qur’an hingga hari kiamat. Seluruh kalimat dalam Al-Qur’an adalah benar dan membawa cahaya keadilan bagi manusia.
“Dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan benar dan adil. Tidak ada yang mengubah firmanNya. Dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. al An’am 115)
Sekali lagi keadilan adalah cahaya dan kezaliman adalah kegelapan. Mari kita bangun dan tegakkan keadilan ini di muka bumi agar seluruh manusia merasakan kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun setelah dunia (akhirat). Allah Maha Perkasa dan Allah Maha Bijaksana. Wallahu azizun hakim. []
Nuim Hidayat Dachli, Direktur Forum Studi Sosial Politik.