NUIM HIDAYAT

Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (3)

Menurut Prof. Raghib as-Sirjani, para ilmuwan sebelum Islam datang, mengasingkan diri dari masyarakat umum. Ada jurang pemisah lebar antara ilmuwan dan masyarakat umum. Para ilmuwan di Persia, Romawi dan Yunani secara penuh hidup mengasingkan diri. Mereka membangun teori dan perbincangan sesame mereka. Ilmu hanya diwariskan di antara sesama ilmuwan. Sementara di sisi lain, kehidupan masyarakat umum tetap berada dalam kebodohan yangsama, jauh dari berbagai macam gambaran bentuk ilmu.

Ketika Islam datang, membawa perubahan besar. Rasulullah datang dengan mengatakan,”Menuntut ilmu kewajiban setiap Muslim.” Dalam Islam, seluruh rakyat, baik laki-laki dan perempuan wajib menuntut ilmu. Bahkan Rasulullah tawanan mengajarkan sepuluh orang Madinah belajar baca tulis.

Islam memerintahkan para pengikutnya agar menjadikan ilmu sebagai perkara asas dalam kehidupan dan memerintahkan mereka untuk memuliakan para ilmuwan. Rasulullah Saw bersabda,”Siapa yang memilih jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan membuka jalan baginya menuju surga. Sesungguhnya malaikat mengepakkan sayapnya sebagai tanda ridha bagi para penuntut ilmu. Sesungguhnya seorang alim akan dimohonkan ampunan dari penduduk langit dan bumi serta ikan yang berada di kedalaman air. Sesungguhnya keutamaan alim di atas ahli ibadah seperti kelebihan bulan saat purnama di atas bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi itu tidak mewariskan dinar tidak pula dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu, berarti mengambil perbendaharaan yang mencukupi.” (HR Abu Dawud)

Baca juga: Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (1)
Baca juga: Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (2)

Revolusi pergerakan keilmuan ini terus berkembang dalam masyarakat sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Pengaruh itu begitu mengakar dan terlihat jelas sekali menakjubkan. Kondisi ini hanya mimpi bagi bangsa Eropa kala itu. Prof Raghib as-Sirjani menyebut ada tiga pergerakan keilmuan Islam:

  • Perpustakaan umum. Masyarakat Islam mendirikan perpustakaan umum yang terbuka bagi seluruh masyarakat. Di sana mereka bisa membaca dengan leluasa dan mengutip apa yang mereka kehendaki dari lembaran-lembaran ilmu yang bermacam-macam.  Bahkan para pembesar atau penguasa memperuntukkan perpustakaan ini kepada para penuntut ilmu dari negara yang berlainan. Perpustakaan ini banyak ditemui di hampir setiap negeri Islam. Di antara perpustakaan yang paling terkenal adalah: Perpustakaan Baghdad, Cordova, Sevilla, Kairo, Quds, Damaskus, Tripoli, Madinah, San’a (Yaman), Waqas, dan lain-lain.
  • Menjamurnya Majelis-Majelis Ilmu yang Besar. Sebelum Islam, tidak ada orang yang berbicara dari kalangan ilmuwan dengan masyarakat umum. Setelah agama yang agung ini datang, halaqah-halaqah ilmu pengetahuan tersebar hampir di seperempat negara Islam. Bahkan pada sebagian halaqah tertentu tidak bisa dihitung jumlah orang yang mengikutinya. Seperti Majelis Ibnu Jauzi misalnya, pada setiap halaqahnya dihadiri oleh 100 ribu orang. Mereka berasal dari masyarakat umum. Begitu pula majelis Hasan al Bahsri, Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i, Abu Hanifah, Imam Malik dan lain-lain. Di masjid kadang ada beberapa halaqah ilmu dalam waktu yang sama. Di sebuah sudut ada halaqah tafsir Al-Qur’an, di sebelahnya ada halaqah hadits Nabawi, di sebelahnya ada halaqah masalah akidah dan lain-lain.
  • Menjadikan infak untuk ilmu sebagai sedekah dan sarana mendekatkan diri pada Allah. Hal ini menjadikan orang-orang kaya dari kalangan umat menginfakkan harta mereka untuk mendirikan bangunan sekolah dan ilmu pendidikan. Bahkan mereka banyak mendirikan badan wakaf untuk membantu para penuntut ilmu, membangun perpustakaan, menyebarkan pendidikan dan lain-lain.

Salah satu yang ditemukan dalam peradaban Islam adalah metode eksperimen untuk mendapatkan ilmu. Metode ini, menurut Prof. Raghib as-Sirjani, berseberangan seratus persen dengan peradaban Yunani, India dan lainnya. Peradaban-peradaban ini sekedar teori tanpa percobaan untuk menuntaskannya dalam kajian ilmiah. Kebanyakan peradaban mereka ini sekadar teori filsafat, tidak ada aplikasi nyata dalam banyak keadaan, meski teori-teori itu benar. Hal itu menyebabkan terjadinya percampuran yang besar antara teori yang benar dan batil.

Jabir bin Hayyan seorang pakar kimia mengatakan, ”Hasil kesempurnaan ciptaan ini adalah bekerja dan berusaha. Siapa yang tidak bekerja dan berusaha mencoba, dia selamanya tidak akan pernah berhasil mendapatkan sesuatu. Dalam kitab Khiwas al Kabir pada topik pertama, ia mengatakan,”Kami telah menyebutkan dalam buku ini tentang panca  indera yang hanya melihatnya saja tidak pernah mendengarnya, atau dikatakan dan dibacakan kepada kami. Lantas sesudah mencobanya, apa yang benar kami jadikan pedoman, apa yang batil kami tolak, apa yang kami keluarkan juga telah kami analogikan pada keadaan suatu kaum.”

Imam ar-Razi merupakan salah seorang ilmuwan pertama dalam bidang kedokteran di dunia yang mengedepankan metode eksperimen ini. Hal ini dilakukan dalam uji cobanya terhadap binatang, khususnya kera, sebagai penelitian untuk alternatif baru dalam mengobati penyakit sebelum diberikan kepada manusia. Metode ilmiah yang diterapkannya sangat menakjubkan dan belum pernah dipraktikkan oleh dunia sejak beberapa abad sebelumnya. Ia menyatakan, ”Ketika kita mendapati realitas itu berseberangan dengan teori yang telah berlaku, maka yang wajib diambil adalah realitas. Meskipun seluruh kan teori tersebut telah beredar dan ditetapkan para ilmuwan terkenal.”

Ibnu Haitsam juga merupakan salah satu ilmuwan Muslim yang memberikan asas-asas dasar dalam metode eksperimen. Francis Bacon, ilmuwan Barat mendapat ilmu eksperimen darinya. Ibnu Haitsam terkenal dengan teori optiknya. Kitabnya yang terkenal Al Manazhir menjadi rujukan penting para ilmuwan.

Az-Zahrawi menciptakan beberapa alat bedah yang menakjubkan. Ia menciptakan teori bahwa obat jika bercampur dengan darah secara langsung akan menimbulkan reaksi yang lebih cepat. Dari teori ini kemudian dibuat alat suntik. Ibnu Baithar menemukan lebih 80 obat bermanfaat dalam bidang kedokteran.

***

Dunia pendidikan berkembang pesat di dunia Islam, sebelum dunia Barat mengikutinya. Kuttab merupakan pusat pengajaran paling tua di kalangan kaum Muslimin. Kedudukan Kuttab dalam abad pertama hijriyah merupakan prioritas yang sangat diperhatikan, karena merupakan gerbang pintu menuju pengajara yang lebih tinggi. Kuttab merupakan madrasah ibtidaiyah pada masa sekarang. Begitu pentingnya Kuttab, sehingga misalnya Ibnu Hauqal mendirikan 300 Kuttab di satu kota di negeri Shaqilah.

Para pemimpin dan khalifah memuliakan para pengajar dan guru-guru. Mereka mengikuti dan memperhatikan pendapat-pendapat ulama/guru serta memuliakannya. Para pengajar mendapatkan segala penghormatan yang tinggi dari seluruh lapisan masyarakat. Khalifah Harun ar-Rasyid pernah mengutus kepada Malik bin Annas untuk datang kepadanya supaya mendengar dan mengajar anak-anaknya, yaitu Al Amin dan Ma’mun. Imam Malik menolak dan berkata, ”Sesungguhnya ilmu itu didatangi, bukan mendatangi.” Lantas untuk kedua kalinya ia mengirim anaknya dan mengatakan kepada Imam Malik,”Aku mengirim kedua anakku ini untuk mendengarkan ilmu bersama para sahabatmu.” Mendengar itu Imam Malik berkata,”Dengan syarat kedua anak ini tidak menulis khat di pundak orang-orang, dan mereka berdua (harus) duduk sampai selesai majelis.”

Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin berpesan, ”Ketahuilah bahwa tatacara melatih anak merupakan perkara yang paling penting dan menguatkannya. Anak adalah amanah bagi orang tuanya. Hatinya suci bak mutiara indah berkilau, yang terbebas dari segala keburukan dan bentuknya. Dia menerima segala apa yang digariskan, cenderung pada apa yang ditanamkan. Jika dibiasakan dengan kebaikan dan dididik dengannya, dia akan tumbuh berkembang dengan apa yang diajarkan. Lalu berbahagia dunia dan akhirat. Orang tua mendapatkan pahalanya, juga semua pengajar dan pendidik. Namun jika dibiasakan dengan keburukan, meneledorkan sebagaimana teledornya hewan, celaka dan binasa, maka hendaklah dia selalu dalam pengawasan nilai-nilai dan selalu menguasai dan mengarahkannya.” [BERSAMBUNG]

Nuim Hidayat, Penulis Buku “Agar Batu Bata Menjadi Rumah yang Indah.

Artikel Terkait

Back to top button