Surat Terbuka untuk Mendikbudristek Nadiem Makarim
Ya, mata hati lebih penting daripada mata biasa. Bila ini direnungkan, nanti kita akan sampai pada kesimpulan bahwa akhirat lebih penting dari dunia. Akhirat hidup selamanya, dunia hanya sementara.
Saya paham, karena Bapak kuliah di Amerika dimana banyak dosennya non Islam dan pintar-pintar Bapak terkesima. Bapak berada dalam sebuah kotak yang ‘otomatis membuat Bapak sulit berfikir di luar kotak itu (outbox)’. Keterkesimaan Bapak terhadap para dosen itu, membuat Bapak akhirnya melihat bahwa wanita (gadis) itu sama saja, apakah Muslim atau non Muslim.
Inilah permasalahannya.
Apakah Bapak pernah mencoba membandingkan agama yang benar di dunia ini? Islam atau non Islam?
Bila melihat agama, jangan lihat pemeluknya. Karena pemeluknya ada yang baik dan ada yang tidak baik. Ada yang memegang teguh agama dan mengilmuinya da nada yang tidak. Ada bahkan banyak yang sekedar ikut-ikutan. Karena orangtuanya Islam, ia Islam. Karena orangtuanya Kristen, ia menjadi Kristen dan seterusnya.
Meneliti agama, telitilah Nabi (orang yang dijadikan anutan) dan kitab sucinya. Sekarang perhatikan, Kristen misalnya. Ia menjadikan (Nabi) Isa panutan, bahkan dijadikan Tuhan. Manusia dijadikan Tuhan, aneh kan. Isa umurnya hanya sekitar 30 tahun, bagaimana dijadikan panutan? Sejarah tentang Nabi Isa, yang saya ketahui, juga banyak yang abu-abu. Apakah Nabi Isa nikah atau tidak, tidak jelas. Maka dalam ajaran Kristen/Katolik, tidak ada syariat/hukum. Karena tidak ada contoh yang jelas pada Nabi Isa.
Orang-orang Kristen seenaknya dalam berpakaian. Dalam makan atau minum. Bahkan dalam meraih kekuasaan. Lihatlah George W Bush ketika memerintah dan dikelilingi ‘para pendeta’. Nafsu kuasanya yang meledak-ledak menjadikan ia biasa saja membantai orang lebih dari satu juta.
Katolik lebih aneh lagi. Bagaimana mungkin, makin berilmu seseorang makin tidak boleh menikah. Secara logika kan harusnya makin berilmu, makin istrinya banyak (maksimal empat menurut Islam). Karena orang yang ‘berilmu/saleh’ dapat mendidik istri dan anak-anaknya.
Karena kitab Bibel yang tidak jelas (ruwet) itu, menjadikan romo/uskup/paus tidak menikah. Apa yang terjadi? Ratusan/ribuan paus akhirnya melampiaskan seksnya ke anak-anak, ke pelacur dan lain-lain.
Terjadi ketidakkonsistenan antara ajaran dan praktik dalam kehidupan sehari-hari. Nikah adalah fitrah manusia. Selain manusia butuh ibadah, butuh makan, minum dan ‘seks’. Seks memang bisa ditekan, seperti orang menekan makan dan minum, tapi itu hanya bisa dilakukan sangat sedikit orang.
Dalam sejarah Islam, dulu ada ulama-ulama yang karena saking sibuknya belajar dan mengajar (berjihad), mereka tidak menikah. Mereka tidak mengadakan hubungan seks ke siapapun.