MUHASABAH

Surat Terbuka untuk Para Ulama, Kiai, Ilmuwan, Intelektual, dan Tokoh Islam

Tidak akan ada hasilnya pun orang yang berilmu tetap harus menggunakan ilmunya untuk berjuang. Karena kelak di akhirat akan ditanya, ilmumu untuk apa digunakannya. Bahkan terhadap yang sudah jelas-jelas akan diazab pun, nasihat atau hujah tetap harus disampaikan.

{وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (164) فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (165) فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ} [الأعراف: 164 – 166]

“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina.” (QS Al-A’raf: 164-166)

Kenapa digambarkan akan tidak berhasil?

Dalam kejadian yang telah dipaparkan tersebut, orang yang berani mengritik ayat dan hukum waris Islam itu adalah seorang yang ilmu agamanya cukup tinggi, mampu membaca kitab-kitab kuning dan sebagainya, dan lulusan luar negeri, London. Hingga ketika para ulama, kiai, ilmuwan dan sebagainya itu membantah, baik yang di dalam negeri maupun dari luar negeri, maka Pak Menteri Agama Munawir itu paham isi bantahannya. (tidak usah kalimatnya dilanjutkan, insyaallah sudah bisa dimaklumi).

Imam Syafi’i dalam riwayat mengatakan:  “Aku mampu berhujah dengan 10 orang yang berilmu, tetapi aku pasti kalah dengan seorang yang jahil, karena orang yang jahil itu tidak pernah paham landasan ilmu.” (Tawali Ta’sis hlm.113 oleh Ibnu Hajar).

Ketika yang melontarkan hal-hal yang mengusik umat Islam itu ketegorinya jahil, misalnya, maka hujah-hujah yang disampaikan kepada pelontarnya itu belum tentu akan masuk ke akalnya. Tetapi, apakah harus diam saja?

Sudah ada jawabannya:

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button