RESONANSI

Surya Paloh dan Romantisme Politik

Yang sesungguhnya pun kita masih menduga-duga dan tak tahu apa isinya. Alias, apa jalan pikiran politisnya, pola tingkah laku politisnya dan juga kiprah politiknya.

Tetapi, sekali lagi dengan kiprah dan praksis, bukan dengan rasa dan pakewuh, nyaris satu dasawarsa, Partai Koalisi Perubahan setelah secara bersama nanti akan memahami lebih dalam bagaimana dengan perilaku dan ulah kiprah kinerja politik Golkar ketika khususnya partai Nasdem memiliki banyak catatan sejarah “hitam-putihnya”, saat masih bergabung bersama dalam partai oligarki pemerintahan Jokowi.

Golkar memang bukan partai terbesar pemenang Pemilu. PDIP-lah yang sebagai pemenangnya, dijadikanlah partai lokomotif di partai oligarki pemerintah itu. Sehingga, Jokowi sebagai Presiden sekalipun, hanya menjadi petugas partainya.

Tetapi, meski PDIP dan Jokowi yang paling berkuasa secara politik di pemerintahan, sesungguhnya Golkarlah yang mengendalikan jalannya mekanisme pemerintahan. Melalui LBP dan AHT yang memegang posisi kunci perekonomian di Kabinet, keduanyalah yang “men-drafting dan “men-driving jalannya mesin pemerintahan.

Tak ayal LBP pun dikenal bak Perdana Menteri di Kabinet alias Menteri Segala Urusan.

Keduanya memegang kendali perekonomian itu ya kebablasan. Ambisiusisme serakah dan rakus Presiden Jokowi dan Golkar menjadikan dan membangun infrastruktur sebagai prioritas telah menguras dan membrangus habis APBN, pajak rakyat di PDB, hingga SDA melalui sumber-sumber daya minerba yang sebagian besar dikuasai asing dan aseng. Jugalah ada korporasi keterlibatan korporasi yang dimiliki berdua.

Lantas, hanya dua opsi diambil oleh rezim Jokowi dengan LBP selaku “perdana menteri” di Kabinetnya —- termasuk dirinya juga banyak lainnya diatributi julukan sang “Penguasa-pengusaha” —yang sesungguhnya tengah terlanjur terkendala secara dikotomi namun tetap saja satu merugikan bangsa dan negara.

Pada perjalanannya cara dan kinerja manajemennya harus dan terus memaksa dan dipaksa ambil putusan di antara kepentingan “kepalang tanggung“ dengan “menggali lubang menutup lubang”, yaitu:

Pertama, terus berhutang kemana-mana jadi hutang semakin menggunung untuk membiayai setiap proyek infrastruktur;

Dan, kedua, membuka kerja sama investasi dilalahnya melalui oligarki korporasi pribumi China yang boleh jadi untuk mempermudah aliansi dan afiliasinya dengan biang induknya negara RRC Tiongkok.

Yang ternyata, tidak lazim cara “benefit” kerjasama investasinya. Di samping bunga pinjaman relatif sangat tinggi, seluruh faktor-faktor produksi termasuk bahan material produksi dan tidak hanya tenaga kerja manajerial, yang kasar pun didatangkan. Apalagi, boro-boro adanya transfer of technology-nya.

Ironisnya, lembaga dan komisi tinggi negara legislasi dan yudikasi, seperti DPR, MK, dan MA —hanya gara-gara kekuatan pengaruh partai oligarkinya di parlemen DPR—- jadi tersentralisasi kepada perintah komando kepentingan pemerintah. UU vital dan strategis UU KPK, UU BRIN, dan UU KUHP dibuat secara cepat kilat dan seolah tersembunyi di kotak pandora ketakmaslahatan.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button