OPINI

Partai Politik: Penjaga atau Penghancur Ideologi Bangsa?

Kerapkali ketika Partai Politik baru dideklarasikan, banyak orang akan pesimis dan mempertanyakan rasionalisasi di balik pendirian partai baru tersebut. Biasanya nada pesimis akan lebih dominan dari pada nada optimis, selain dianggap tiada perbedaan dengan partai yang sudah ada, biasanya partai baru dianggap “terlalu berani” mengingat faktor dana yang cukup besar untuk hadir menjadi pemain serius dalam kontestasi pemilu.

Pesimisme ini sebenarnya wajar saja berdasarkan preseden yang sudah terjadi di Indonesia khususnya di era reformasi dimana harapan terhadap perubahan kehidupan bangsa yang lebih baik, digantungkan cukup besar pada aktor politisi yang dinaungi oleh Partai Politik mereka masing – masing.

Tapi, bak pepatah yang mengatakan “seperti bertepuk sebelah tangan”, ekspektasi publik tidak kunjung dipuaskan oleh Partai Politik yang sudah ada di Indonesia. Karena menurut catatan Indonesian Corruption Watch (2019), banyak Partai Politik dan Politisinya justru menunjukkan kinerja yang memprihatinkan dengan banyaknya mereka menjadi pesakitan sebagai terdakwa Koruptor. Mereka bukan saja menjadi etalase buruk bagi Partai Politik yang mereka wakili tetapi juga menjadi catatan kelam bagi perjalanan bangsa dan negara ini yang susah payah dibangun oleh darah dan air mata para Founding Fathers pada masa lalu.

Pesimisme terhadap Partai Politik juga makin menguat akhir – akhir ini, dengan kinerja legislasi yang tidak optimal baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya, publik dapat melihat lolosnya pengesahan RUU Omnibus Law yang banyak disoroti para pengamat sebagai produk Undang – Undang yang bermasalah baik secara prosedur maupun isinya. Partai Politik seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab terhadap hal tersebut.

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Agustus 2019 menunjukkan, kepercayaan kepada Partai Politik berada di titik yang tidak menggembirakan (hanya 53 %). Wajarlah publik tidak banyak menaruh harapan kepada partai partai politik yang baru didirikan, karena boleh jadi hanya menduplikasi kinerja yang sama. Akhirnya publik menjadi apatis terhadap kemunculan partai baru dengan jargon apapun, baik yang mengidentifikasikan dengan simbol agama maupun non agama.

Fenomena ini sebenarnya cukup berbahaya bagi masa depan bangsa Indonesia jika kita masih menganggap bahwa Pemilu adalah wadah yang paling aman dan damai untuk mengatasi konflik dalam rangka perebutan kekuasaan. Sistem demokrasi memang diharapkan memberikan ruang bagi kelompok – kelompok yang ingin berkuasa melalui mekanisme Pemilihan Umum yang diharapakan jujur dan adil. Tetapi jika Partai Politik yang merupakan instrumen utama dalam sistem demokrasi tersebut telah hancur kepercayaannya di mata publik maka hal ini akan menjadi semacam “bom waktu” bagi negara ini. Dimana membesarnya kelompok – kelompok apatis dapat menimbulkan social unrest yang akan merugikan bangsa dan negara ini.

Oleh sebab itu, agar bangsa dan negara ini terhindar dari dampak – dampak buruk akibat turunnya kepercayaan publik kepada Partai Politik, maka Partai Politik yang ada saat ini harus rela melakukan perubahan radikal untuk mengembalikan lagi kepercayaan publik tersebut.

Selain itu, munculnya Partai-partai Politik baru harus kita pahami sebagai “jalan keluar” dari tersumbatnya aspirasi dan ekspresi ideologis dari kelompok – kelompok yang ingin berbuat yang terbaik bagi negara dan bangsa ini, yang tidak mungkin lagi terakomodir dalam Partai Politik yang sudah ada. Andaikan aspirasi dan ekspresi ideologis kelompok – kelompok tersebut tidak tersalurkan dengan baik (melalui jalur Partai Politik), maka dikhawatirkan dapat dikonversikan menjadi benih – benih anarkis oleh pihak – pihak yang tidak bertanggung jawab.

Perubahan radikal macam apa yang seharusnya dilakukan oleh Partai Politik saat ini baik yang sudah ada maupun yang baru didirikan ditengah turun drastisnya kepercayaan Publik kepada mereka?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami dulu definisi Partai Politik yang mengandung berbagai macam dimensi dalam menggambarkan mengapa Partai Politik itu ada. Banyak definisi Partai Politik yang telah dikemukakan para ilmuwan politik baik definisi klasik hingga yang paling kini, sebutlah misalnya Edmund W. Burke (1779), Harold Laski (1922), Harold D. Laswell (1936) Joseph A. Schumpeter (1942), David Easton (1953), Sigmund Neumann (1956), Robert A. Dahl (1965), Seymour Martin Lipset (1967), Huntington (1968), Gabriel A. Almond (1978), Carl J. Freidrich (1985), Benedict Anderson (1983), Robert D. Putnam (1994), Muirhead Russel (2020). Sebagian besar para ilmuwan politik yang disebutkan tadi menyepakati beberapa hal yang menjadi aspek terpenting dari Partai Politik dan sekaligus menjadi evaluasi bagi kinerja Partai Politik di Indonesia.

Pertama, Partai Politik merupakan organisasi sah dan formal dalam sistem demokrasi untuk mengorganisir massa dalam rangka untuk meraih kekuasaan secara konstitusional. Aspek ini menjadikan Partai Politik sebagai katup pengaman agar para kelompok yang ingin berkuasa tidak dibiarkan liar menggunakan cara-cara sendiri sehingga menganggu kepentingan publik secara luas. Adanya kelompok-kelompok lain yang berkuasa tanpa melalui jalur Partai Politik dianggap menyalahi konsensus dalam berdemokrasi. Kanalisasi hasrat kekuasaan dalam wadah Partai Politik memberikan kepastian kepada semua pihak untuk dapat berkuasa sekaligus memberikan keteraturan dalam masyarakat karena ada jadwal yang harus diikuti dengan prosedural.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button