Tagihan Listrik di Musim Corona Menyengat
Tidak ada keinginan untuk menggratiskan listrik bagi masyarakat. Jangankan menggratiskan, membayar utang ke PLN pun belum. Utang itu sebenarnya untuk membiayai operasional PLN selama tahun 2018 dan 2019. Besarnya 48 triliun. PLN sendiri memiliki utang pada bank yang jatuh tempo bulan April tadi sebesar 35 triliun.
PLN adalah BUMN, namun pemerintah seakan tak ingin perusahaannya hidup. Semestinya pemerintah berkewajiban langsung menyediakan energi bagi rakyat. Namun karena menganut sistem kapitalisme, pelayanan publik diserahkan pada pihak ketiga. Hal ini mengacu pada standar good governance yang dibuat oleh kapitalisme.
Keberadaan PLN sebagai pihak ketiga berplat merah membuat pemerintah masih menggelontorkan dana rutin. Lalu, bagaimana caranya agar tak lagi membiayai? Bisa dengan digenjot agar bisa mendapatkan untung yang lebih banyak sehingga bisa mandiri. Atau diserahkan kepada swasta untuk mengelola.
Sungguh dua opsi yang kental dengan aroma kapitalisme. Sistem yang mewajibkan pemerintah berlepas tangan dari mengurusi rakyat. Sistem yang pro kapitalis dan zalim pada rakyat. Kedua opsi ini sama-sama menjadikan energi listrik sebagai barang dagangan.
Padahal amanat UUD 45 pasal 33 ayat 3, segala sumber daya alam dikelola negara untuk kemakmuran rakyat. Faktanya, batu bara sebagai bahan bakar listrik pun sudah dikuasai swasta asing. Sehingga PLN harus membeli ke pihak swasta. Di hilir sudah dikuasai kapital, di hulu pelan-pelan akan diambil alih pula oleh swasta.
Jika swasta yang mengelola, orientasi profit merupakan ciri khasnya. Rakyat akan semakin menderita. Akan lebih besar lagi biaya yang dikeluarkan untuk hidup di negeri ini.
Sistem kapitalisme memang tak mengenal aturan kepemilikan umum. Selama memiliki modal, silakan miliki apapun, bahkan laut sekalipun. Keberadaan penguasa hanya sebagai regulator yang membuat peraturan agar swasta bisa menguasai sektor apa saja yang dia mau. Jadi, penguasa di sistem kapitalisme hanya hadir untuk para kapital, bukan untuk rakyat.
Rakyat hanya jadi tumbal dalam simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha. Agar kita tidak terus menerus terpuruk dan tersakiti, perlu ada perubahan sistem. []
Mahrita Julia Hapsari, M.Pd
Praktisi Pendidikan