SUARA PEMBACA

Tak Cukup Sehari untuk Ibu

Satu hari dalam setahun, seluruh anak di Indonesia mempersembahkan cinta untuk ibu. Ada bunga-bunga, juga puisi, kutipan (quote), ucapan selamat Hari Ibu beredar di linimasa. Media cetak dan elektronik pun sama, beragam acara khusus ditayangkan sebagai bukti cinta terhadap ibu. Namun, hari ibu ternyata tidak sekadar itu.

“Hari Ibu bukanlah mother’s day karena makna Hari Ibu lebih pada memberikan ruang gerak dan dorongan semangat terhadap perempuan untuk terus berjuang, mengeksplorasi diri, dan menginspirasi sesama,” ungkap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga pada Konferensi Pers Peringatan Hari Ibu ke-91 di Semarang, Jawa Tengah.

Hari Ibu lahir dari pergerakan perempuan Indonesia diawali dengan Kongres Perempuan Pertama 22 Desember 1928 di Yogyakarta telah mengukuhkan semangat dan tekad bersama untuk mendorong kemerdekaan Indonesia.Tema sentral pembahasan Kongres Perempuan tersebut adalah memperjuangkan hak perempuan dalam perkawinan, melawan perkawinan dini, poligami dan pendidikan perempuan

Dari latar belakang Peringatan Hari Ibu (PHI) ternyata tak jauh dari ide kesetaraan gender. Perempuan dituntut sadar bahwa mereka mempunyai akses dan kesempatan yang sama dengan laki-laki pada bidang ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya. Hal ini sebagai upaya membebaskan perempuan dari diskriminasi.

Sekalipun ide tersebut dikemas dengan indah, namun dipastikan akan sulit mendapatkan hasil yang optimal. Sebab sekularisme dijadikan sebagai sistem untuk mengelola urusan umat. Dalam sekularisme, peran Allah ditiadakan. Sehingga akan muncul friksi dan persoalan yang tidak tuntas ketika akal manusia yang terbatas dijadikan sebagai sumber hukum.

Maka atas dasar ini, PHI lagi-lagi diharapkan sebagai momen untuk mendorong pemangku kepentingan agar memberikan perhatian, pengakuan akan pentingnya eksistensi perempuan dalam sektor pembangunan. Sekaligus sebagai pengingat, bahwa dalam sekularisme sosok ibu memiliki peran ekonomi, hanya itu.

Dalam ide kesetaraan gender, para ibu dituntut memberi andil pada pembangunan dengan kontribusi mereka memutar roda perekonomian negara. Mendorong para ibu ke luar rumah, dengan konsep pemberdayaan perempuan. Dengan asumsi, ibu pekerja lebih berdaya dibanding yang tidak bekerja.

Sementara pada faktanya, persoalan yang mendera perempuan seperti sempitnya akses untuk pemenuhan hak, tak lepas dari penerapan sistem yang keliru ini. Minimnya peran negara dalam menjaga keluarga, membuat institusi keluarga tercerai berai. Masing-masing anggota berpacu untuk mencapai kehidupan sejahtera.

Padahal kesejahteraan warga, adalah tanggung jawab negara. Jika negara lepas tangan, maka kesulitan akan membelit umat. Imbasnya mengenai keluarga, sulit mempertahankan keutuhannya. Seluruh peran yang ada dalam keluarga masing-masing berusaha memenuhi kebutuhan hidup, tidak hanya ayah, tapi juga ibu dan anak-anak.

Sesuai dengan tema yang diangkat dalam PHI ke-91, ‘Perempuan Berdaya, Indonesia Maju’, Menteri Bintang menegaskan bahwa perempuan yang berdaya, memiliki daya ungkit besar dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan demi mewujudkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing.

Hal tersebut merupakan fokus pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PPPA) sesuai visi Presiden RI, Joko Widodo dalam mewujudkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Di sini, para ibu didorong ke luar dari jati dirinya sebagai ummu wa robbatul bait.

Tanggung jawab khusus bagi para ibu yang dibebankan Islam, yaitu mencetak generasi. Inilah sebaik-baik sistem pengurusan umat. Dengan sistem Islam, akan muncul para ibu salihah. Di tangan merekalah akan lahir generasi emas yang bertakwa, generasi yang memiliki konsep kebangkitan. Inilah bentuk kontribusi ibu dalam pembangunan.

Maka tak cukup sehari dalam setahun untuk ibu, itupun hanya sebagai pengokoh pemikiran sekularisme. Tak sebanding dengan Islam, yang menisbatkan seluruh hari untuk ibu. Sosok ibu luar biasa, yang berdaya, yang tahu persis tanggung jawabnya di hadapan Allah. Demi menjaga kemuliaan umat dan Islam.

Lulu Nugroho
Muslimah Revowriter Cirebon

Artikel Terkait

Back to top button