Taliban Versi Indonesia: Realistiskah?
Oleh sebab itu, para ormas Islam dan ulama harus terus meningkatkan penyampaian pesan dakwah Islamiyah kepada seluruh anggota dan pimpinan TNI dan Polri yang beragama Islam agar mereka mempunyai kekuataan spiritual dalam menjalani tugas tugas mereka yang seringkali mempertaruhkan nyawa di medan tugas.
Dengan kekuatan pesan-pesan dakwah yang mereka terima, kita akan melihat para personil TNI dan Polri semakin kuat dan bersemangat dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Jika anggota TNI dan Polri menjadikan tugas – tugas mereka sebagai bentuk ibadah karena terpengaruh pesan dakwah yang mereka terima, maka anggota TNI dan Polri semakin jujur, berintegritas dan jauh dari perbuatan tercela.
Sedangkan perjuangan penegakan syariat Islam di Indonesia lebih tua lagi umurnya dibandingkan umur kemerdekaan di Indonesia. Sejak berdirinya Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1905 yang kemudian bertransformasi menjadi Syarikat Islam, identitas Islam telah menjadi simbol perlawanan kaum pribumi (Hindia-Belanda) melawan penjajahan Belanda pada saat itu (R.E. Elson, 2008).
Hak-hak umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat Islam telah diperjuangkan oleh para ormas Islam semenjak Sarekat Islam dibentuk hingga kini, terhimpunnya ormas-ormas Islam dalam wadah MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang kemudian mengkristal menjadi Partai Politik Masjoemi pada tahun 1945 telah menjadi milestone bagaimana para tokoh Islam telah memperjuangkan tegaknya syariat Islam di Indonesia seperti yang tertulis dalam tujuh kata di piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Walaupun pada akhirnya tujuh kata itu dibuang, tetapi frase pada dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai konstitusi kita menjadi landasan hukum yang kuat bahwa sebenarnya syariat Islam sudah sah secara formal dapat dilaksanakan di Indonesia melalui peraturan yang berlaku secara konstitusional.
Sehingga, jika ada kelompok Islam yang menyatakan bahwa perjuangan penegakan syariat Islam di Indonesia perlu diulang lagi dengan cara yang baru atau cara yang lain apalagi dengan menduplikasi cara Taliban di Afghanistan, maka itu juga merupakan langkah mundur hampir satu abad lamanya. Perjuangan umat Islam di Indonesia hanyalah tinggal mengisi peraturan-peraturan yang ada berisi dengan tuntunan syariat Islam. Tentunya mekanisme memformulasikan syariat Islam dalam bentuk hukum positif menjadi pekerjaan rumah tersendiri tetapi jauh lebih ringan ketimbang angkat senjata yang dilakukan oleh Taliban di Afghanistan.
Tentu saja, penerapan syariat Islam secara konstitusional di Indonesia bukanlah semudah yang dibayangkan di tengah tantangan umat Islam Indonesia secara internal maupun eksternal. Tetapi yang pasti, perjuangan tersebut secara gradual mulai terlihat mendapat angin segar di Indonesia sebagai contoh yang kasat mata adalah tumbuhnya perekonomian syariah yang didukung oleh institusi negara walaupun belum sesempurna yang kita harapkan.
Peraturan-peraturan daerah yang sering disebut dengan konotasi negatif sebagai “Perda Syariah” tampak telah mulai menjamur di Indonesia walaupun masih mengatur yang sifatnya hal-hal praktis biasa. Dibentuknya badan wakaf sebagai wadah produktif untuk mengelola aset-aset milik umat Islam juga menjadi salah satu sarana untuk memudahkan umat Islam menjalankan syariatnya. Adanya konotasi negatif terhadap syariat Islam yang sering dihembuskan media media massa sekuler dan anti Islam telah massif dilawan melalui perang opini di media-media sosial. Pada akhirnya istilah Syariat Islam akan semakin diterima di Indonesia dengan penerapan secara gradual tersebut.
Gradualisasi penerapan syariat Islam di Indonesia pada saatnya akan disempurnakan oleh momentum kemenangan politik yang memperjuangkan agenda pelaksanaan syariat Islam secara konstitusional di Indonesia. Peristiwa pembubaran Partai Masjoemi dan pemberangusan politik Islam pada rezim zaman Orde Baru pada masa lalu merupakan pengalaman pahit yang tidak boleh terulang kembali, partai-partai politik yang memperjuangkan agenda syariat Islam harus bisa mengevaluasi secara tepat untuk tidak terulangnya kejadian tersebut.
Taliban saja belajar dari kekalahan mereka pada tahun 2001 dan berhasil melakukan reorganisasi dan rekonsolidasi sehingga dapat menguat kembali dan memperoleh kemenangan. Tentulah bukan hal yang sulit untuk belajar dari kesalahan tragis pembubaran Masjoemi dan pemberangusan politik Islam pada rezim Orde Baru, data-data sejarah bertebaran, kita akan dapat mudah menemukan titik kegagalannya dan tidak mengulangi kegagalan yang sama.
Jalan ini memang akan terasa lebih panjang ketimbang jalan yang dipilih Taliban di Afghanistan, tetapi jalan “Taliban” versi Indonesia ini akan lebih sesuai dengan kondisi budaya dan struktur masyarakat di Indonesia. Tentunya, dengan pertolongan Allah SWT menjadi penentu akhir kepada kelompok Islam/ormas Islam/parpol Islam yang mana Allah berikan pertolongan itu.
Tinggallah kita tanya kepada mereka, sejauh mana mereka istiqamah meraih kemenangan itu agar datang atau saya khawatir yang terjadi justru sebaliknya, karena kurang istiqomahnya, malah semakin menjauh dari agenda perjuangan penegakan syariat Islam di Indonesia sehingga Allah SWT tidak akan pernah memberi kemenangan itu selamanya. Wallahua’alam Bishawwab.
Taufik Hidayat
Kabid Polhukam Dewan Da’wah