RESONANSI

Tanggapan terhadap Puisi Sukmawati

Sukmawati saat membacakan puisinya.

Bismillaahirrahmaanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Sehubungan dengan pernyataan Sukmawati Soekarnoputri baru-baru ini dalam puisinya yang berjudul “Ibu Indonesia” yang dibacakan pada acara Indonesia Fashion Week (IFW) pada tanggal 29 Maret 2018 di Jakarta yang menimbulkan kecaman dan penentangan dari umat Islam seluruh Indonesia sebagaimana diberitakan di berbagai media dan menjadi viral di medsos, maka saya perlu memberikan tanggapan terhadap persoalan ini sebagai berikut:

Pertama: Menyesalkan, mengecam dan menentang puisi Sukmawati tersebut. Puisi itu telah meresahkan umat Islam dan menimbulkan kemarahan umat Islam dan kegaduhan bangsa Indonesia. Sumawati telah menghina ajaran Islam (azan dan cadar) dan melukai hati umat Islam. Seorang muslim tidak layak berperilaku seperti itu.

Kedua: Dalam puisinya itu Sukmawati dengan sadar dan terangan-terangan mengatakan bahwa kidung ibu Indonesia lebih merdu dari suara azan dan wanita yang memakai konde (tidak menutup aurat) lebih cantik dari wanita yang bercadar (menutup aurat). Maka ini jelas penghinaan terhadap agama Islam. Ini maksiat dan hukumnya haram (dosa besar). Bahkan hukumnya murtad. Perbuatannya ini juga telah melanggar hukum di Indonesia tentang penodaan agama yaitu Undang-Undangno 1/ PNPS/ 1965 dan pasal 156a dalam KUHP.

Ketiga: Sukmawati membandingkan dan membenturkan antara azan dan kidung dan antara cadar dan konde. Ini terkesan membenturkan antara agama dan budaya. Azan sebagai panggilan untuk shalat tidak boleh dibandingkan dengan budaya. Begitu pula cadar atau jilbab untuk menutup aurat tidak boleh dibandingkan dengan konde yang menampakkan aurat. Apalagi dia melebihkan budaya dari agama Islam. Tentu saja kesalahannya ini sangat fatal. Karena agama itu diatas budaya. Agama Islam berasal dari Allah Swt Tuhan semesta alam. Sedangkan budaya itu produk manusia.

Keempat: Bagi seorang muslim, suara azan tentu lebih indah daripada kidung. Dan menutup aurat dengan cadar atau jilbab itu lebih indah dari konde yang menampakkan aurat. Ini aqidah (keyakinan) seorang muslim. Oleh karena itu, pernyataan Sukmawati dalam puisinya itu menimbulkan tanda tanya kepada kita, apakah beliau seorang muslimah atau bukan? Karena seorang muslim tidak patut melebihkan budaya dari syariat Islam, apalagi menghina syariat Islam dengan mengatakan azan tidak semerdu kidung dan cadar tidak secantik konde.

Kelima: Pernyataan Sukmawati dalam puisinya itu penghinaan terhadap agama Islam. Selain itu, sikapnya ini terkesan islamophobia dan menolak syariat Islam. Ini membahayakan aqidahnya sendiri jika dia seorang muslimah. Hukumnya murtad (keluar dari Islam). Persoalan ini masuk dalam ranah aqidah. Para ulama sepakat mengatakan bahwa menghina agama Islam bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam (murtad). Begitu pula jika seorang muslim menganggap bahwa hukum buatan manusia dan budaya itu sama baik dengan syariat atau lebih baik dari syariat, membenci dan menolak syariat Islam, maka dia telah murtad berdasarkan Alquran, As-Sunnah dan ijma’ para ulama. Mengenai hal ini, para ulama telah menjelaskannya dalam kitab-kitab Fiqh bab had riddah (hukuman orang murtad) dan kitab-kitab Tafsir dalam ayat-ayat tentang orang munafik yaitu At-Taubah: 64-65 dan lainnya dan ayat-ayat tentang kewajiban berhukum dengan hukum Islam yaitu Al-Maidah: 44-46 dan 50, annisa’: 59 dan 65, al-ahzab 36, an-nur 51 dan lainnya. Silakan rujuk.

Keenam: Azan dan cadar/jilbab merupakan syariat, pemikiran dan simbol/syiar Islam. Dikatakan sebagai syariat Islam, karena azan itu perintah hadits Nabi Saw untuk mengumumkan masuk waktu shalat. Adapun cadar/jilbab itu perintah Al-quran dan Hadits Nabi Saw untuk menutup aurat dengan keduanya. Maka azan dan cadar/jilbab dianggap ibadah dan syariat dalam Islam. Dikatakan sebagai pemikiran Islam, karena para ulama telah berijtihad dalam memahami nash-nash Alquran dan hadits yang memerintahkan untuk menutup aurat. Mereka telah mengistimbath hukum mengenai perintah menutup aurat dan menjelaskannya dalam kitab-kitab Tafsir dan Fiqh mengenai batasan aurat dan kewajiban menutup aurat tersebut. Mereka juga menjelaskan perintah azan berdasarkan hadits Nabi saw dalam kitab-kitab tersebut. Adapun dikatakan sebagai simbol/syiar Islam, karena azan merupakan pengumuman masuk waktu shalat. Sedangkan cadar/jilbab merupakan pakaian untuk menutup aurat yang menjadi simbol atau identitas muslimah sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat Al-Ahzab ayat 59.

Ketujuh: Meminta pihak kepolisian untuk mengusut persoalan ini dan memproses hukum serta memberi sanksi yang berat kepada Sukmawati. Perbuatannya ini tidak bisa ditolerir. Agar menjadi efek jera dan pelajaran baginya dan orang-orang yang sejenis dengannya dari kalangan orang-orang liberal (munafikun), sehingga kasus seperti ini tidak terulang lagi di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim.

Kedelapan: Meskipun Sukmawati sudah meminta maaf kepada umat Islam, proses hukum harus tetap dijalankan sampai dijatuhkan hukuman yang berat kepadanya. Penista agama tidak boleh dimaafkan sebelum dikenakan hukuman. Rasulullah Saw memaafkan penghinaan seseorang terhadap dirinya secara pribadi. Namun beliau tidak memaafkan penghinaan seseorang terhadap agama Islam seperti peristiwa ketika raja Kisra dari kerajaan Majusi Persia merobek-robek suratnya yang mengajak untuk masuk Islam. Maka Rasul saw sangat marah dan mendoakan kehancuran kerajaan Persia untuk selamanya. Beliau pun memerangi kerajaan Persia sampai hancur.

Demikian tanggapan saya. Semoga bermanfaat dan menjadi masukan kepada berbagai pihak serta menjadi solusi terhadap persoalan ini. Wallahualmuwaffiq.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Banda Aceh, 7 April 2018

Dr. M. Yusran Hadi, Lc., MA
Pemerhati Agama dan Sosial
Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Pengurus Dewan Dakwah Aceh, dan Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara.
Dosen Fakutas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Doktor bidang Fiqh (Hukum Islam) dan Ushul Fiqh, International Islamic University Malaysia (IIUM).

Artikel Terkait

Back to top button