Tasyakuran Peringatan Resolusi Jihad: Enggan Sebut Resolusi Jihad, Pemerintah Ganti dengan Hari Santri Nasional
Jombang (SI Online)-Pemerintah sekarang agaknya enggan menyebut sebagai Resolusi Jihad, kemudian menutupinya dengan sebutan dan pencanangan Hari Santri.
KH. Irfan Yusuf Hasyim, salah satu putra Allahuyarham KH Muhammad Yusuf Hasyim, menyebut itu pada Jumat (27/10/2023) malam, saat menjadi narasumber dalam Tasyakuran Peringatan Resolusi Jihad yang digelar di Teater Terbuka, Ribath K.H. Muhammad Yusuf Hasyim, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur.
Resolusi jihad sebenarnya sejak lama dicetuskan Rais Aam Nahdlatul Ulama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, yakni dalam suatu rapat 21-23 Oktober 1945 di Surabaya. Seruan jihad menjadi dorongan gerak ribuan santri untuk ikut dalam revolusi bela negara yang meletus di Surabaya dan puncaknya pada 10 November 1945.
Pemerintah-pemerintah sebelum ini, tidak ada yang mencetuskan resolusi jihad dalam suatu peringatan. Padahal nyata-nyata Resolusi Jihad dengan gemilang mempertahankan kemerdekaan.
“Pemerintah saat inipun agaknya juga enggan menyebut Resolusi Jihad, kemudian menutupnya sebagai dengan sebutan Hari Santri Nasional,” ungkap KH M Irfan Yusuf Hasyim yang karib disapa Gus Ir.
Narasumber sebelumnya dalam Tausyiah Kebangsaan ini, Dr. KH. Ahmad Musta’in Syafi’i, salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Tebuireng, memaparkan perjalanan sejarah Pondok Pesantren Tebuireng sejak kepemimpinan Hadratussyekh Hasyim Asy’ari hingga saat ini.
Dua putra Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari yakni KH. Choliq Hasyim dan KH. Yusuf Hasyim, terlibat langsung dalam perjuangan kemerdekaan dengan masuk dalam ketentaraan.
KH. Choliq Hasyim masuk melalui PETA dan KH. Yusuf Hasyim melalui Laskar Hizbullah yang saat itu Hadratussyekh bertindak sebagai panglima tertinggi Laskar Hizbullah.
Khususnya dalam kepemimpinan Allahuyarham KH Yusuf Hasyim, yang digambarkan memiliki pribadi yang iffah (senantiasa menjaga diri). Tidak pernah meminta-minta sumbangan. Kalau mengantarkan pihak lain yang mengajukan proposal, sering dilakukan. “Tapi untuk Tebuireng sendiri tidak dilakukan,” ungkapnya.
Para santri yang mengalami kepemimpinan KH. Yusuf Hasyim sering memperoleh pendidikan politik.
Memimpin Pondok Pesantren Tebuireng dalam kurun waktu paling panjang (sejak 1965 – 2006, red), sebagian di antaranya merangkap sebagai anggota DPR RI dari Partai NU kemudian dari PPP.
Di era kepemimpinan KH Yusuf Hasyim ini, tercatat baru kali pertama di Indonesia, kepemimpinan pondok pesantren diserahkan ketika pemimpin itu masih hidup.