Telaah Motivasi Hidup: Bagaimana Mencintai Ujian-Nya?
Sehingga, melatih diri untuk mampu menghadirkan ke-positifan menjadi suatu skill/ kecakapan yang penting untuk menjalani kehidupan dengan baik. Kondisi yang memunculkan kesehatan mental tersebut, kemudian membentuk kualitas hidup yang lebih baik.
Kemudian, bagaimana cara melatih diri untuk mampu selalu bersikap positif atas setiap kondisi takdir yang Allah SWT tetapkan? Sebagaimana yang Rasulullah Sawe sampaikan dalam haditsnya:
Diriwayatkan dari Anas ibn Malik radhiyallahu ’anhu berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kuburan. Lalu beliau bersabda, ‘Bertakwalah Anda pada Allah dan bersabarlah’ Wanita itu menjawab, ‘Menjauhlah engkau dariku. Sesungguhnya engkau belum pernah merasakan musibah yang menimpaku.’ Wanita itu tidak tahu bahwa yang berkata itu adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian ada yang mengatakan pada wanita itu: ‘Sesungguhnya (orang yang berkata tadi) adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam’. Kemudian wanita tersebut mendatangi pintu (rumah) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia tidak mendapati di rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam penjaga pintu. Lalu wanita ini berkata (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sembari minta maaf): ‘Aku tadi tidak mengenalmu.’ Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya kesabaran (yang hakiki) adalah saat pukulan pertama (musibah itu terjadi pertama kali)’” (HR. Al-Bukhari, no. 1203 dan Muslim, no. 1535)
Bahwasanya pilihan sikap positif yaitu sabar, adalah pada hentakan/ pukulan pertama. Dalam hadits tersebut Rasulullaah tidak langsung menasehati untuk bersabar, namun di awali dengan nasihat untuk bertakwa. Hal ini menunjukkan bahwa ‘otot-otot’ kesabaran muncul diawali dengan modal ketakwaan. Dua hal yang penting dalam hal ini yaitu modal ketaqwaan dan terus berlatih bersikap sabar.
Lalu, bagaimana caranya memiliki modal ketaqwaan yang baik ? Allah SWT telah membimbing manusia melalui kalam-Nya:
“Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah SWT, Tuhan seluruh alam,” (Q.S. Al-An’am: 162)
Kalam-Nya ini menjadi sebuah kalimat pendek dan sederhana namun sarat dengan makna yang mendalam. Melalui kalam-Nya ini Allah SWT membimbing manusia untuk meniatkan keseluruhan kehidupan dengan segala proses di dalamnya, bahkan hingga kematian, hanya untuk Allah SWT Pencipta dan Pemelihara alam semesta.
Terkesan sederhana, namun ternyata niat di awal ini memiliki kekuatan yang besar dalam membentuk ketaqwaan. Sebagaimana yang Rasulullaah sampaikan dalam haditsnya:
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan niat yang tepat tentang kehidupan, membuat diri menjadi lebih ringan melakukan segala hal kebaikan yang di arahkan-Nya, dan tidak melakukan keburukan yang menjadi larangan-Nya. Dalam banyak ayat-Nya, Allah SWT membimbing kita untuk banyak melakukan kebaikan yang hulu dari ‘amal kebaikan tersebut adalah ketakwaan. Misalnya beribadah kepada Allah SWT (Q.S. Al-Baqarah: 21), memegang teguh dan mengamalkan kalam-Nya (Q.S. Al-Baqarah: 63, Al-A’raf: 171), qishash (Q.S. Al-Baqarah: 179), berpuasa Ramadhan (Q.S. Al-Baqarah: 183), dan mengikuti jalan-Nya yang lurus (Q.S. Al-An’am: 153).
Bahkan dalam banyak ayat-Nya yang lain, Allah SWT secara jelas mengungkapkan hal-hal kebaikan yang dicintai-Nya. Contohnya, Allah SWT mencintai muhsinin/ orang yang selalu berbuat baik (Q.S Al-Baqarah: 195, Ali-Imran: 134 dan 148, Al-Maidah: 13 dan 93), bertaubat dan menyucikan diri (Q.S Al-Baqarah: 222, At-Taubah: 108), muttaqiin/ orang yang selalu bertakwa (Q.S Ali-Imran: 76, At-Taubah: 4 dan 7), bersabar (Q.S. Ali-Imran: 146), bertawakkal (Q.S. Ali-Imran: 159), dan berbuat adil (Q.S. Al-Ma’idah: 42, Al Hujurat: 9, Al-Mumtahanah: 8).