SUARA PEMBACA

Tercekik Harga Beras

Harga beras masih saja melonjak naik. Terpantau, rata-rata harga beras nasional berada di angka Rp14.450 per kilogram (kg). Harga beras saat ini telah melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sejak Maret 2923 lalu. Bahkan pada hari Jumat (13/10/2023), harga beras premium mengalami pecah rekor, meledak hingga tembus Rp15.040 per kg. (cnnindonesia.com, 13/10/2023).

Melonjaknya harga beras, membuat Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menambah pasokan beras ke pasar domestik. Sebanyak 1,5 juta ton tambahan impor beras akan masuk hingga akhir tahun ini. Presiden juga menyebut ada 1,7 juta ton cadangan beras nasional masih tersimpan di gudang Bulog. Cadangan tersebut merupakan persediaan selama fenomena El Nino melanda Indonesia.

Impor beras seolah menjadi solusi untuk menekan harga beras, apalagi di tengah fenomena El Nino yang mempengaruhi berkurangnya tingkat produksi beras nasional. Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertanian, Arief Prasetyo Adi, bahkan menyebutkan bahwa total kuota impor yang diterbitkan pemerintah sepanjang 2023 mencapai 3,8 juta ton. Beras tersebut mayoritas berasal dari Vietnam dan Thailand.

Direktur Center of Economic & Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengungkapkan belum ada tanda-tanda penurunan harga beras dalam waktu dekat. Mengingat, berbagai biaya produksi saat ini lebih tinggi daripada tahun 2022. Alokasi pupuk subsidi pun masih sangat terbatas. Ditambah terjadinya cuaca ekstrem, serta tingginya harga minyak mentah yang berpengaruh pada harga pangan global. (katadata.id,13/10/2023).

Makin terbukti bahwa kebijakan impor kerap dijadikan solusi untuk mencukupi stok pangan nasional. Fenomena El Nino yang berimbas pada penurunan produksi beras pun menjadi dalih membuka keran impor. Dalih lainnya, petani tidak mampu memenuhi stok pangan nasional. Padahal faktanya, petani kerap mendulang rugi karena mahalnya biaya produksi seperti pengadaan bibit, pupuk, dan alat pertanian.

Ironisnya, pemerintah sering kali mengeluarkan kebijakan impor beras saat petani tengah panen raya sehingga membuat rugi. Ditambah kerugian akibat terjadinya fenomena alam seperti banjir, El Nino, dan munculnya hama wereng yang berdampak pada menurunnya produksi pangan.

Inilah wajah buruk sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini. Kebijakan yang lahir kerap menguntungkan para importir, sang pemilik modal. Demi keuntungan, para importir ini pun memonopoli hajat kebutuhan hidup rakyat. Alhasil, keadilan bagi produsen dan konsumen pun menjadi barang yang mahal.

Keadaan ini jelas bertolak belakang dengan cara Islam mengatur urusan pangan rakyat. Paradigma Islam memandang bahwa negara adalah raa’in (pengurus) bagi rakyat. Bukan sebagai regulator yang melayani kepentingan oligarki kapital sebagaimana sistem saat ini.

Negara sebagai pengurus urusan rakyat berarti setiap kebijakan penguasa wajib berorientasi untuk melayani kepentingan rakyat, termasuk terhadap konsumen dan produsen (petani). Hal ini sebagaimana sabda Baginda Rasulullah Saw, “Imam adalah raa’in (pengurus rakyat), dia bertanggung jawab terhadap rakyat.” (HR. Ahmad dan Bukhari). Sebagai pengurus urusan rakyat, negara wajib menerapkan kebijakan yang berpihak kepada petani, sedangkan konsumen dapat memperoleh harga pangan yang terjangkau.

Mekanisme kebijakan negara terkait pangan dimulai dengan menghitung kebutuhan pangan dalam negeri. Kemudian, negara akan menghitung total luas lahan untuk memproduksi bahan pangan. Jika produksi pangan dapat memenuhi stok pangan dalam negeri maka negara tidak akan mengeluarkan kebijakan impor. Sebaliknya, jika produksi pangan tidak dapat memenuhi stok pangan dalam negeri, maka negara boleh mengeluarkan kebijakan impor. Impor ini dilakukan langsung oleh produsen dalam negeri tanpa intervensi kartel pangan.

Untuk mendorong produktivitas pertanian, negara memberlakukan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi di bidang pertanian. Kebijakan intensifikasi diterapkan dengan cara pemberian modal atau subsidi untuk pembelian sarana produksi pertanian, seperti alat pertanian, bibit, pupuk, dan obat-obatan tanaman. Selain itu, negara juga akan mendorong para ilmuwan dan peneliti untuk melakukan riset. Sehingga dapat ditemukan teknologi pertanian terbaru untuk menunjang kualitas dan kuantitas produk pangan.

Dalam bidang distribusi, negara akan membangun infrastruktur pertanian yang memudahkan rakyat menyalurkan hasil panennya, seperti jalan dan sistem informasi. Adapun anggaran intensifikasi pertanian ini diperoleh dari baitulmal yang diatur oleh biro subsidi.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button