BEAUTY

“True Beauty”, Kecantikan Muslimah yang Hakiki

Akhir-akhir ini drama Korea berjudul ‘True Beauty’ ramai diperbincangkan di dunia maya, terutama oleh anak-anak milenial. Kenapa ya drama Korea ini bisa begitu digandrungi berbagai kalangan? Ternyata bukan sekadar gambar dari webtoon atau aktor pemerannya yang berwajah tampan, tapi cerita yang disuguhkannya juga dianggap mewakili perasaan pembaca, terutama kaum hawa.

‘True Beauty’ merupakan drama komedi romantis tentang Lim Ju-Gyeong yang sangat menyukai riasan untuk menyembunyikan wajahnya. Semua ia lakukan untuk melawan ketidaknyamanan atas penampilannya. Ia selalu menolak untuk tampil tanpa riasan. Kecantikan dinilai dari segi fisik dan memiliki wajah cantik dinilai bisa meningkatkan kepercayaan serta harga dirinya.

Nah, hal-hal yang dialami Lim Ju-Gyeong dianggap relevan dengan apa yang dihadapi anak muda saat ini. Tak jarang kita mendengar pernyataan ‘Wanita cantik selalu mendapatkan apa yang mereka mau’. Perempuan berlomba melakukan perawatan tubuh agar mendapat label ‘cantik’, yaitu berkulit putih dan tubuh yang langsing. Nah, siapa yang sebenarnya menentukan standar tersebut ya?

Tentu saja, kecantikan yang sesungguhnya dalam Islam itu bukan dilihat dari segi fisiknya. Fisik tidak akan dihisab oleh Allah SWT di akhirat kelak. Namun true beauty yang sesungguhnya itu sebenarnya kepribadian baik yang bisa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Lalu, apa yang dimaksud dengan kepribadian?

Ada yang menganggap kepribadian itu merupakan karakter seperti keras atau lembut. Ada juga yang menganggapnya sebagai sifat seperti sombong, rajin, hemat dan jujur. Bahkan ada yang menganggap asalkan parasnya cantik sudah pasti kepribadiannya baik. Apakah benar begitu?

Kepribadian itu bukan semata dilihat dari paras maupun karakternya. Bahkan paras maupun karakter tidak bisa menunjukkan derajat kepribadian seseorang. Derajat kecantikan umat-Nya di mata Allah semua sama, jadi tidak ada yang lebih rendah ataupun tinggi. Begitu pun dengan karakter. Orang Surabaya yang keras bukan berarti lebih rendah kepribadiannya daripada orang Solo yang lembut. Karakter kerasnya Umar bin Khattab tidak membuatnya lebih rendah derajatnya daripada Abu Bakar yang lembut. Lalu, mengapa sekarang standarnya tidak jelas untuk menentukan true beauty tersebut?

Ternyata standar true beauty saat ini buram (tidak jelas) karena adanya pemikiran liberal yang lahir dari sistem sekuler-kapitalisme yang diadopsi negeri ini, Yang asasnya adalah memisahkan agama dengan kehidupan. Sistem sekuler-kapitalisme ini menjadikan kebebasan (beragama, berpendapat, kepemilikan dan berperilaku) di atas segalanya. Agama tidak berhak mengatur kehidupan manusia di dunia, akhirnya kita bisa bebas memilih hukum bahkan membuat dan menentukan hukum di hidup kita.

Dalam sistem ini, menentukan benar dan salah serta baik dan buruk tidak memakai aturan Islam, melainkan menggunakan hawa nafsu, termasuk dalam menentukan kecantikan yang sesungguhnya. True beauty yang dipahami masyarakat saat ini adalah yang toleran atau pro terhadap kemaksiatan, seru diajak nakal bareng. Sedangkan yang label negatif disematkan kepada Muslimah yang taat dalam melaksanakan aturan Islam.

True beauty dalam Islam itu dilihat dari sisi kepribadiannya, bukan sekadar ‘cover’ luar, tetapi standar baik dan buruk justru harus dikembalikan kepada hukum syara. Kepribadian pada dasarnya dibentuk dari dua hal yakni pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah). Dua hal tersebut yang akan menentukan derajat kualitas true beauty yang dimiliki seseorang.

Pola pikir (aqliyah) merupakan cara berpikir seseorang, yaitu mengaitkan fakta yang diindera dengan informasi yang diterima sesuai dgn kaidah tertentu. Pola sikap (nafsiyah) adalah cara seseorang saat mengambil tindakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang sesuai dengan kaidah tertentu.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button