SUARA PEMBACA

Tuan Penguasa, Fokuslah pada Pandemi!

“Pandemi belum usai, 2024 sudah mulai”. Demikian tulisan yang tertera di poster. Poster itu diangkat seseorang yang sedang berdiri di depan baliho para pemimpin partai  politik.

Tulisan itu menarik perhatian publik, menggugah nalar siapa saja yang masih berjibaku dengan pandemi.  Membuka resonansi perasaan yang sama dengan pesan pada foto poster tersebut: Tuan Penguasa lebih sibuk menyiapkan pesta daripada menangani pandemi.

Meskipun pada wawancara salah satu televisi swasta, para anggota dewan yang juga anggota partai itu berdalih bahwa mereka juga fokus pada pandemi. Membagi sembako, membantu yang isoman, mengadakan vaksinasi gratis, dan lain-lain. Namun besarnya baliho telah menyakiti mata dan mematahkan hati rakyat, kalian datang ternyata tak tulus, hanya demi menarik simpati kami.

Tempo hari wajah baru terlihat pada pesawat tuan presiden. Rupanya telah dicat dengan warna merah putih seperti bendera kita. Kabarnya menghabiskan dana 2 milyar untuk cat baru. Di antara sesak nafas akibat covid, rakyat pun bertanya: sepenting apa mengecat pesawat di masa sekarang?

Sejumlah alasan telah diberikan saat pihak kepresidenan dikonfirmasi perihal cat pesawat. Salah satunya, sebenarnya sudah diprogramkan dan dianggarkan sejak 2019, sebelum pandemi. Namun baru bisa direalisasikan tahun 2021 ini. Apapun alasannya, rasanya memang tak enak di hati dan tak masuk di nalar rakyat. Dua milyar hanya demi pesawat, padahal krisis tabung oksigen. Duh tuan penguasa.

Ada lagi anggaran 17 triliun untuk pembelian laptop lokal, katanya untuk pelajar. Dengan alasan meningkatkan produk TIK dalam negeri, Menko Marves menganggarkan dana tersebut hingga tahun 2024. Dan telah dialokasikan sebesar 3,7 triliun untuk pengadaan 431.730 unit laptop.

Kontroversi pun mengiringi kebijakan ini. Pasalnya, harga pengadaan setiap unit laptop ini senilai 10 juta. Nilai tersebut jauh di atas nilai laptop yang telah dispesifikasi oleh Kemendikbudristek. Meskipun spesifikasi yang disetujui Kemendikbudristek adalah spesifikasi minimal. Artinya, boleh di atas spesifikasi tersebut dan harganya tidak mesti 10 juta rupiah.

Laptop untuk pelajar, perlu spek secanggih apa sehingga harganya mencapai 10 juta? Hal ini mengundang tanda tanya publik. Terutama dalam situasi pandemi saat ini. Tidakkah lebih baik jika dana triliunan dialihkan untuk penanganan pandemi?

Vaksin di daerah masih kosong. Rakyat sesak nafas dihimpit virus covid dan kondisi ekonomi. Simalakama, keluar terancam tertular covid, bertahan di rumah terancam kelaparan karena tak berpenghasilan. Testing juga menurun, bahkan terkesan menekankan biaya testing pada rakyat. Dengan meminta bukti swab anti gen atau PCR saat masuk mal atau pasar, indikasi pengalihan kewajiban testing oleh negara ke rakyat.

Dan masih banyak lagi PR penanganan covid yang memerlukan fokus perhatian juga biaya yang tak sedikit. Tidakkah tuan penguasa hendak menjaga trust masyarakat dengan serius menangani pandemi dibandingkan sibuk menyiapkan 2024, mengecat pesawat, juga mengadakan laptop.

Namun seperti pungguk merindukan bulan, jika kita berharap tuan penguasa hadir untuk rakyat. Sebab mindset melayani rakyat telah tergerus sistem kapitalisme yang sekuler, berasas manfaat serta materialisme. Kehilangan koneksi akhirat telah menjadikan tuan penguasa berbuat berdasarkan manfaat. Parahnya, bermanfaat atau tidaknya diukur dengan kekayaan materi.

Aturan dan kebijakan yang mereka buat sendiri sebenarnya fleksibel untuk diubah, mengingat kondisi darurat pandemi covid. Namun dengan alasan sudah menjadi kesepakatan, sudah di SK-kan, sudah dianggarkan, tak ‘kan mundur selangkah pun. Sudah jadi rahasia umum, selalu ada cuan di setiap proyek.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button