NASIONAL

Ulama Muda Aceh: RUU HIP Pengkhianatan terhadap Pendiri Bangsa

Jakarta (SI Online) – Ulama dan intelektual muda asal Aceh, Muhammad Yusran Hadi, secara tegas menolak dan menuntut pembatalan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Menurutnya, RUU itu harus dihenikan untuk selamanya, tak perlu ada penundaan.

“RUU ini harus dibatalkan, tidak perlu direvisi karena banyak menimbulkan masalah dan mudharat bagi bangsa,” ungkap Yusran dalam keterangan tertulisnya, yang diterima Ahad, 28 Juni 2020.

Ketua Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) Provinsi Aceh ini menilai, RUU HIP telah menyakiti perasaan rakyat Indonesia dan membuat kegaduhan bangsa sehingga bisa merusak persatuan bangsa dan menghancurkan NKRI. Selain itu juga memberi peluang kebangkitan PKI atau komunisme.

“RUU HIP menghancurkan Pancasila dengan mengubah Pancasila menjadi trisila (sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan yang berkebudayaan) dan ekasila (gotong royong). RUU ini mengubah dan menghancurkan Pancasila yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa. Ini makar dan pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945,” tegas Anggota Majelis Pakar Parmusi Provinsi Aceh ini.

Yusran, dosen sekaligus anggota Ikatan Ulama & Dai Asia Tenggara ini mengatakan pembahasan Pancasila sudah final dibahas para pendiri bangsa. Tidak perlu lagi didiskusikan atau diperdebatkan. Mengubah pancasila menjadi trisila dan ekasila bisa merusak persatuan bangsa dan menghancurkan pancasila dan NKRI.

Lebih lanjut ia menguraikan, RUU HIP merupakan pengkhianatan terhadap kesepakatan para pendiri bangsa. Pancasila telah disepakati oleh para pendiri bangsa yaitu panitia sembilan dari BPUPKI pada tanggal 22 Juni 1945 dan 18 Agustus 1945 sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 serta dikuatkan dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Bukan trisila dan ekasila yang diusulkan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang tidak disepakati oleh para pendiri bangsa.

Terlebih RUU HIP juga terindikasi PKI/komunisme dan memberi peluang kebangkitan PKI/komunisme di Indonesia dengan tidak memasukkan TAP MPRS No. 25 tahun 1966 tentang pelarangan PKI dan komunisme, marxisme dan leninisme dan dengan mengubah Pancasila menjadi trisila dan eka sila yang meniadakan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

“RUU HIP ingin membuat Undang-Undang untuk menafsirkan pancasila sesuai selera pihak tertentu,” kata Yusran.

Penafsiran Pancasila, kata dia, sudah cukup dengan Piagam Jakarta dan UUD 1945. Tidak perlu ditafsirkan dengan Undang-Undang baru yang bernama HIP atau apapun namanya yang penuh sarat kepentingan pihak tertentu yang ingin membangkitkan kembali PKI/komunisme di Indonesia.

Red: farah abdillah

Artikel Terkait

Back to top button