OPINI

Zaman Pembungkaman

Membungkam kritik itu ciri khas dari kekuasaan diktator. Di dalamnya hanya ada pemujaan buta terhadap kekuasaan, tanpa interupsi.

Ada ilmuwan budak Istana, ada pakar melantunkan pujian, ada aktivis membela membabi buta. Dalam percakapan publik yang tercecer hanya yal-yel.

Bangsa yang dipimpin oleh kekuasaan diktator, akan menjadi bangsa yang miskin narasi, duafa intelektual dan tidak memiliki cara pandang yang majemuk.

Tidak heran, yang terjadi hanyalah percakapan antara “tuan” dan hamba. Bentuk percakapannya, raja bersabda, hamba menyembah. Berakhirlah akal sehat, mulailah akal bulus.

Tradisi antara kawula dan raja, sedang diusahakan untuk bangkit setelah ditentang oleh akal merdeka. Ada ribuan tumbal yang berserakan untuk menghidupkan kemerdekaan itu.

Fenomena menghidupkan kembali sembah menyembah kekuasaan itu sedang diupayakan. Di sebuah negara demokrasi terbesar ketiga dunia, namanya Indonesia.

Ada seorang pemimpin katanya dari golongan “orang kecil” tapi pikirannya feodal. Dia memimpin dengan pikiran feodalisme. Dia ingin disembah layaknya seorang diktator.

Semua perbedaan dihadang, semua diskusi dilarang, semua tokoh dipersekusi, semua perbedaan ingin dileburkan menjadi pujian hanya untuk menambah durasi kekuasaan.

Ia ingin dipuji. Dalam kegagalannya membangun bangsa, dalam ribuan kebohongan dan perpecahan bangsa yang ia buat. Dia bentuk komunitas “pemuja” namanya buzzer. Buzzer ini digaji untuk memfitnah dan mengadu domba antara anak bangsa.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button