Semua Ada Untung Ruginya, Kecuali Amal Salih Pasti Untung Terus
Merupakan karakter manusia ketika melakukan sesuatu tentu akan dilihat dampak untung ruginya, dan suatu kepastian adalah mencari keuntungan yang sebesar besarnya.
Tidak ada satupun manusia yang mau menerima sebuah kerugian dari segala aktivitasnya, apalagi terkait dengan perniagaan yang menghasilkan kekayaan harta, mereka selalu berusaha sekuat tenaga agar memperoleh keutungan berlipat lipat.
Namun sungguh sedikit sekali diantara mereka yang sudah Allah Ta’ala sebutkan dalam berbagai ayat dalam Alquran bagaimana cara menghasilkan untung yang besar dan tidak akan pernah merugi.
Dalam riwayat Muslim, disebutkan:
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِذَا تَـحَدَّثَ عَبْدِيْ بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً ؛ فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَـمْ يَعْمَلْ ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا ، وَإِذَا تَـحَدَّثَ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّـئَةً ، فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ مَا لَـمْ يَعْمَلْهَا ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ بِمِثْلِهَا. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَتِ الْـمَلَائِكَةُ : رَبِّ ، ذَاكَ عَبْدُكَ يُرِيْدُ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً (وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ) فقَالَ : اُرْقُبُوْهُ ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِمِثْلِهَا ، وَإِنْ تَرَكَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ، إِنَّمَـا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّايَ. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ إِسْلَامَهُ فَكُلُّ حَسَنَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا إِلَـى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ ، وَكُلُّ سَيِّـئَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِمِثْلِهَا حَتَّى يَلْقَى اللهَ.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ’Jika hamba-Ku berniat mengerjakan kebaikan, maka Aku menuliskan baginya satu kebaikan selagi ia tidak mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakannya, Aku menuliskan baginya sepuluh kali kebaikannya itu. Jika ia berniat mengerjakan kesalahan, maka Aku mengampuninya selagi ia tidak mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakan kesalahan tersebut, maka Aku menulisnya sebagai satu kesalahan yang sama.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Para malaikat berkata, ’Wahai Rabb-ku, itu hamba-Mu ingin mengerjakan kesalahan –Dia lebih tahu tentang hamba-Nya-.’ Allah berfirman, ’Pantaulah dia. Jika ia mengerjakan kesalahan tersebut, tulislah sebagai satu kesalahan yang sama untuknya. Jika ia meninggalkan kesalahan tersebut, tulislah sebagai kebaikan untuknya, karena ia meninggalkan kesalahan tersebut karena takut kepada-Ku.’” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Jika salah seorang dari kalian memperbaiki keislamannya, maka setiap kebaikan yang dikerjakannya ditulis dengan sepuluh kebaikan yang sama hingga tujuh ratus kali lipat dan setiap kesalahan yang dikerjakannya ditulis dengan satu kesalahan yang sama hingga ia bertemu Allah.” (HR. Muslim no. 129)
Hadits diatas memberi gambaran kepada kita bahwa amal kebaikan baru dalam bentuk niat saja sudah mendapat pahala, terlebih jika kebaikan itu ditunaikan, Allah Ta’ala berikan ganjaran berlipat kali, ini menandakan bahwa tidak akan pernah manusia itu akan mendapat kerugian dalam segala bentuk amal kebaikan yang diniatkan ikhlas karena Allah.
Belum lagi terhitung ketika berbagai bentuk amal ke sholihan, seperti tilawah Alquran, sholat, zakat, sedekah, shaum dan lain-lain. Termasuk didalamnya melaksanakan semua perintah syariat dengan ikhlas dan hanya mengharap wajah Allah, maka balasannya tidak lain adalah surga, dan itu keberuntungan yang tak pernah akan merugi selamanya.
Allah Ta’ala, berfirman:
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوٰزِينُهُۥ فَأُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran. Maka, barang siapa berat timbangan (kebaikan)nya, mereka itulah orang yang beruntung,” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 8)
وَمَنْ خَفَّتْ مَوٰزِينُهُۥ فَأُولٰٓئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوٓا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِئَايٰتِنَا يَظْلِمُونَ
“dan barang siapa ringan timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang yang telah merugikan dirinya sendiri, karena mereka mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 9)
Ibnu Rajab menjelaskan dengan membawakan perkataan salaf lainnya, ”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan, namun malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.” (Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali)
Oleh sebab itu siapa saja yang di dalam pangkal fitrahnya belum didapati sifat baik dan ingin beramal baik misalnya, maka hendaklah ia memaksakan diri berbuat baik, barang siapa yang tidak diciptakan memiliki sifat rendah hati, hendaklah ia berusaha keras bersifat rendah hati sampai terbiasa.
Begitu dan seterusnya, ketika belum terbiasa baca dan menghafal Alquran berusahalah untuk dipaksa, agar terbiasa. Demikian pula mengenai sifat-sifat yang lain, harus diterapi dengan melakukan kebalikannya sampai tujuan baik tercapai. Dengan cara melaksanakan kebaikan kebaikan secara kontinyu dan melawan syahwat hawa nafsu dengan terus-menerus, sehingga segalanya menjadi biasa dan terbiasa.
Wallahu a’lam
Abu Miqdam
Komunitas Akhlaq Mulia